Sebuah kisah tentang persahabatan...
Tadi malam kamu kembali datang di mimpiku, menyapa, menanyakan kabar dan kita berbincang dengan singkat hingga kemudian kamu tersenyum dan pergi.
Tadi malam kamu kembali datang di mimpiku, menyapa, menanyakan kabar dan kita berbincang dengan singkat hingga kemudian kamu tersenyum dan pergi.
Pagi ini, ketika sedang membereskan laci di kamar, aku menemukan beberapa foto kebersamaan kita sekian belas tahun yang lalu. Di foto itu, aku, kamu, dia dan satu lagi sahabat wanita kita tertawa lepas, saling merangkul, penuh kasih sayang, seperti wajah-wajah ABG kebanyakan yang tanpa beban, dan saat itu kamu masih bergitu sehat, begitu gempal, dan tertawa penuh kebahagiaan.
Seketika bulir air mata jatuh begitu saja, aku merindukanmu. aku merindukan kita yang dulu, merindukan kasih sayangmu yang begitu tulus, dan merindukan kamu yang selalu berusaha menyatukan kami semua di sini. Tapi kamu sudah pergi, meninggalkan aku dan kami semua.
Sudah lama aku ingin menulisnya dan aku ingin menyapamu melalui tulisan ini.
Dear Reno,
Apa kabarmu di sana? aku yakin kamu lebih bahagia di sana, aku yakin kamu sudah tidak merasakan sakit lagi seperti ketika kamu di sini. Aku yakin juga kalau kamu tidak kesepian di sana karena kamu pasti sudah bertemu dengan ibu dan nenek yang sangat kamu sayangi.
Aku ingin meminta maaf karena tidak bisa mewujudkan keinginan terakhirmu di pertemuan terakhir kita dulu. Aku dan dia adalah sahabat terbaikmu, dan aku tau betapa kamu menyayangi kami dan ingin melihat kami bahagia. Kamu juga yang menjadi saksi betapa terjalnya hubungan yang kami jalani selama ini, hingga hari itu, ketika kami datang menjengukmu, kamu masih menanyakan dan mendoakan kami. Hingga hari ini masih terus terngiang satu kalimatmu "kalian kapan mau menikah? jangan lama-lama dong, gue mau ngeliat kalian menikah dan punya anak selagi gue masih hidup, gue mau jadi saksi kebahagiaan dua orang sahabat gue di dunia ini."
Jujur saat itu aku tidak menganggap perkataan itu serius, aku hanya menganggap semua itu sebagai angin lalu. Hingga akhirnya sampai pada titik di mana aku menyadari bahwa aku tidak akan bisa mewujudkan semua keinginanmu. Ini bukan menyoal rasa, bukan juga menyoal hati, ini adalah mengenai takdir Allah. Mungkin kamu kecewa dengan keputusan yang aku ambil, tapi bukankah sebagai sahabat kamu akan ikut bahagia jika aku bahagia? Aku minta maaf untuk keputusan ini, aku minta maaf karena tidak bisa mewujudkan keinginanmu, tapi satu janjiku, aku janji untuk hidup bahagia dengan siapapun pendampingku kelak, dan dengan apapun yang akan aku jalani nanti.
Tahukah kamu, betapa aku hampir mundur dari keyakinanku karena kamu selalu datang di mimpiku dan menunjukkan ketidaksetujuanmu dengan jalan yang aku pilih, kamu hadir di mimpi begitu sering dengan berbagai cara yang menunjukkan bahwa kamu menentang semua ini. Dan jujur itu membuatku frustasi saat itu. Tapi aku tidak bisa mundur, dan aku memilih untuk menabrak semua pesan yang kamu bawa lewat mimpi itu.
Kamu yang terbaik, seorang sahabat yang paling tulus yang pernah aku kenal, terima kasih sudah menjagaku selama ini, terima kasih untuk semua kasih sayang dan perhatianmu selama ini. Kamu akan menjadi salah seorang yang akan aku ceritakan kisahnya kelak pada anak-anakku, dan doa kami akan selalu mengiringi langkahmu di sana. You're gone, but not forgotten!
No comments
Post a Comment