Health Issue
Travel
Thoughts
Review

The Venice of Shanghai

By hanaumiya - 18 June 2018


View From Fangsheng Bridge 放生桥
Hari pertama di Shanghai kami memutuskan untuk pergi ke Zhujiajiao yang banyak dikenal dengan sebutan "The Venice of Shanghai" karena banyaknya kanal dan jembatan yang melintang di kota ini. Dari pusat kota Shanghai,  Zhujiajiao bisa ditempuh dengan menggunakan subway dan memakan waktu 1-1.5 jam. Seturunnya dari subway, kami masih harus menyusuri jalan sekitar 30 menit untuk mencapai salah satu tempat wisata ini. Berjalan kaki menjadi menyenangkan karena pemandangan di sepanjang jalan sangat nyaman.

Zhujiajiao merupakan sebuah kota tua yang terletak di distrik Qingpu di sebelah selatan Sungai Yangtze. Berabad-abad yang lalu, Zhujiajiao merupakan area perdagangan karena banyaknya kanal yang digunakan untuk mengangkut barang. Namun kini Zhujiajiao menjadi salah satu tempat wisata yang cukup terkenal di Shanghai.

Salah satu jembatan batu terbesar, terluas dan tertinggi serta menjadi jembatan yang paling terkenal di sini adalah Fangsheng Bridge. Mulai dari anak tangga hingga jembatannya sendiri terbuat dari batu, sangat indah dan artistik. Dari atas jembatan kita bisa melihat perahu-perahu khas Cina berlayar indah beriringan membawa para turis yang ingin menikmati kanal di Zhujiajiao dari atas perahu. Dan bagi para pengunjung yang tidak ingin naik perahu, di sepanjang tepi jembatan ini juga ada banyak restoran sehingga para pengunjung bisa menikmati makanan sambil menikmati pemandangan kanal.

Melihat perahu-perahu tersebut berlayar sangat menyenangkan, entah kenapa tiba-tiba pikiranku langsung membayangkan salah satu scene di "Huan Zhu Gege" yang berlatar sungai dan perahu Cina ini, sungguh cantik. Jangankan perahu yang sedang berlayar, perahu yang sedang bersandarpun terlihat sangat cantik di mataku.

Pic from CNTO (China National Tourist Office)
Deretan Boat yang sedang menepi
Salah satu Boat menyusuri kanal

Restoran di pinggir kanal
Entah kenapa hari itu Zhujiajiao sangat ramai pengunjung baik lokal maupun mancanegara, entah memang sehari-harinya memang selalu ramai atau bagaimana, agak sulit bagi kami untuk mengambil foto yang bagus tanpa terhalang orang. Jangankan untuk berfoto, menaiki anak tangga saja sudah cukup melelahkan karena banyaknya orang. Oiya.. kalau diperhatikan, di sepanjang Fangsheng Bridge ini banyak sekali penjaga keamanannya, mungkin karena tembok batu jembatan ini sangat rendah, sehingga keberadaan security ini diperuntukkan untuk memperingati para pengunjung agar tidak terlalu dekat ke tepi jembatan demi keselamatan pengunjung sendiri.

Selain Fangsheng Bridge, masih banyak jembatan lain yang bisa dikunjungi, namun kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan kami dengan mengelilingi bagian lain dari Zhujiajiao. North Street, adalah salah satu tempat yang menarik untuk dikelilingi, ada banyak toko souvenir, kerajinan tangan, local snacks, restoran dan sebagainya. Bangunan yang ada di sekitar North Street adalah salah satu tipikal bangunan tua dan sangat artistik, namun saya agak terganggu dengan bau menyengat yang keluar dari beberapa makanan yang dijajakkan di sepanjang jalan, mungkin karena tidak terbiasa jadi saya tidak bisa bertahan lama di dekat toko yang menjual penganan tersebut.



Jalan menuju Fangsheng Bridge
Bagi saya pribadi, kota ini jauh lebih hangat daripada Beijing. Entah karena kotanya yang masih banyak toko atau ruko di pinggir jalan atau entah juga karena orang-orangnya yang tidak 'seberisik' di Beijing. Ditambah lagi pemandangan sepanjang perjalanan kami sangat menarik dan menenangkan, dan menariknya saya sempat jatuh hati pada sebuah taman dan danau kecil di salah satu sudut jalan yang sangat bersih dan indah, setelah diamati ternyata taman ini banyak digunakan untuk memancing oleh para warga sekitar. Pemandangan yang hangat dan menenangkan. 

Minusnya di sini adalah mengenai issue yang sama seperti yang banyak kita temukan di Jakarta,  yakni mengenai trotoar yang justru banyak digunakan oleh kendaraan bermotor,  bahkan pengendara sepeda motor lebih galak dan tanpa merasa bersalahnya bisa memarahi pejalan kaki yang menghalangi jalan mereka di trotoar. Menyedihkan memang, tapi memang begitu realitanya. Tapi overall this place is worth to visited.

Taman di salah satu sudut jalan

Sewa Sepeda di Cina dengan menggunakan QR code dari handphone

Idul Fitri Menggetarkan Hati

By hanaumiya - 17 June 2018


Gema takbir bergemuruh di seluruh bagian masjid, semua orang menyanjung kebesaran Allah atas karuniaNya yang memberikan kami kesempatan untuk bertemu dengan hari Idul Fitri ini. Ada dua rasa yang jelas berkecamuk dalam dada, mengguncang batin terdalam hingga tak berdaya menahan buliran air mata meluncur dengan derasnya.

Sedih karena bulan ramadhan telah pergi meninggalkan kami semua tanpa kami tau apakah dosa kami diampuni setelah berlalunya bulan penuh ampunan ini. Sedih karena kami sadar bahwa kami belum bisa beribadah dengan maksimal serta sedih jika terpikir apakah kami masih diberikan kesempatan bertemu bulan suci di tahun mendatang. 

Di lain sisi muncul rasa bahagia karena Allah menyampaikan kami untuk sampai di garis finish di hari idul fitri ini, serta bahagia dan syukur atas kesempatan untuk berkumpul dengan semua anggota keluarga kami semua. 

Tahukah kamu, sejak Bapak pergi lima tahun lalu, masjid menjadi salah satu tempat mengais asa palsu bagiku. Aku selalu berkhayal dan mengharap jika aku melaksanakan solat di masjid, aku akan melihat Bapak keluar dari tempat itu. Karena masjidlah tempat kedua setelah rumah kami di mana Bapak banyak menghabiskan waktu.
 
Tak terkecuali hari ini, aku melaksanakan sholat Ied di masjid dekat rumah. Posisiku menghamparkan sajadah sangat memungkinkan untuk melihat 'shaf' pertama di barisan imam masjid. Akupun kembali berharap bahwa aku akan melihat bayangan Bapak mengisi salah satu 'shaf terdepan tersebut.  Satu per satu aku perhatikan, dengan menyisakan sedikit asa yang ku tahu pasti sangat mustahil, aku masih tetap berharap hingga akhirnya aku tersadar bahwa semua itu mustahil. Bapak sudah pergi.  Dan bulir air mata meluncur deras di pipi, aku salah. 

Tidak lama kemudian, sholat Ied pun dimulai, trakbir pertama mengguncang dada begitu hebatnya, betapa sebuah 'Allahu Akbar' mampu menciutkan hati dan menyadari betapa kecilnya diri ini dan betapa besar dan hebatnya Allah, Allah, Allah. Takbir kedua, aku masih berusaha bertahan, kembali terciutkan dengan kenyataan bahwa apalah diri ini dan siapakah diri ini tanpa bantuan dan pertolongan Allah.  Dan takbir ketiga berhasil memporak-porandakan pertahananku, air mata tidak hanya jatuh dari pelupuk mata namun mengalir deras hingga membasahi mukena yang bersarang di tubuhku. 

Rabbii.. Lillaah.. Allah.. 
Sungguh kami bukanlah Apa-apa tanpa belas kasih dan sayangMu, kamipun tidak punya apa-apa tanpa kemurahanMu wahai Dzat Yang Maha Kaya. Sungguh malu diri ini memgingat munculnya rasa angkuh akan kehidupan, merasa mampu padahal Engkaulah yang memampukan kami dalam segala hal. Ampuni kami Yaa Illahii..

Napak Tilas ke Tembok Besar Cina

By hanaumiya - 3 June 2018


Through the Window
Sebaga icon dari negeri China, tentunya mengunjungi The Great Wall merupakan salah satu destinasi wisata utama kami selama di Beijing. Sebetulnya untuk megunjungi Great Wall sendiri bisa dilakukan tanpa mengikuti tour alias menggunakan kendaraan umum seperti banyak yang dilakukan oleh solo traveler di berbagai blog yang saya baca, namun saya dan sahabat saya memutuskan untuk mengambil One Day Trip to Chang Cheng Mutianyu by chinatour.net yang sudah kami beli sejak kami masih di Jakarta.

Untuk mencapai Great Wall ada beberapa section yang bisa kita lalui seperti Badaling, Mutianyu, Jingshanling dan lain-lain. Badaling adalah salah satu yang paling terkenal karena letaknya yang tidak begitu jauh dari pusat kota Beijing, dan section inilah yang paling banyak digunakan oleh group tour dan otomatis menjadi section yang paling ramai. Oleh karena itu kami memilih untuk masuk melalui Mutianyu section yang menurut banyak orang jauh lebih sepi.

One day tour kami dimulai sejak sekitar pukul 08.00 pagi, dan dimulai dengan mengujungi the Olympic Stadium, Dingling Tomb (The Underground Palace), dan setelah makan siang di sekitar Mutianyu section kami mulai memasuki kawasan Great Wall. Perjalanan dari Beijing ke Mutianyu memakan waktu 1,5 - 2 jam dengan menggunakan minivan dengan sembilan seater. Group tour kami kali itu hanya terdiri dari 7 orang termasuk kami bertiga and honestly itu sangat menyenangkan.


Cabble Car Untuk Mencapai Great Wall
Sesampainya di kaki Great Wall, saya takjub dengan kemegahan tempat ini. Tembok Cina berdiri kokoh membentang dengan indahnya di bumi Tirai Bambu. Sejak memasuki lahan parkir di kaki Great Wall, terlihat dengan jelas betapa pemerintah Cina serius mempersiapkan tempat ini menjadi salah satu destinasi wisata lokal maupun mancanegara. Mulai dari kebersihan lokasi wisata, toilet hingga penunjuk arah yang juga dibuat dual languages both Mandarin and English. Kesan pertama saya untuk The Great Wall ini sungguh luar biasa.

Untuk mencapai puncak, kita bisa mendaki ataupun naik cable car. Dikarenakan kami harus menyimpan tenaga untuk trip kami keesokan harinya, maka kami memutuskan untuk menaiki cable car dengan harga 120 Yuan per orang. Untuk menghemat waktu, kami bergegas menuju antrian cable car, nah ini dia bagian dag-dig-dug-nya. Saat mengantri, saya masih bisa tertawa sambil mengobrol dengan kedua sahabat saya hingga akhirnya kami tiba di antrian depan dan melihat bahwa cable car tersebut tidak seperti yang ada di bayangan saya. Awalnya saya berfikir bahwa cable car yang akan kami naiki adalah yang berbentuk ruang kubus kaca, namun ternyataaa.... 

Kaki saya lemas seketika karena sebetulnya saya takut akan ketinggian, ditambah lagi dengan cable car macam ini, namun saya tidak punya waktu untuk mundur karena saat itu juga saya langsung diminta untuk berada di line dan seketika ditarik untuk duduk di atas cable car dan terjadilaaahhhh. Melayang di atas cable car, naik, turun, ditambah dengan hembusan angin yang terkadang membuat cable car ini bergoyang. Dengan tegang, saya berusaha menenangkan diri dengan memandang ke depan, kanan dan kiri (sama sekali tidak berani melihat ke bawah), dan sesungguhnya pemandangan dari atas cable car sangat amat indah. 

Bagian paling menyeramkan adalah ketika cable car menanjak hingga di titik ujung, getaran cable-nya sangat terasa, membuat jantung mau copot karena gerakannya yang lambaaattt sekali. Kalau saya boleh memilih, lebih baik naik jet coaster daripada naik cable car ini. Bahkan saya bingung bisa banyak turis asing lainnya yang terlihat sangat menikmati duduk santai di cable car itu meskipun mereka hanya duduk sendiri di atas sana. 

Seturunnya dari cable car, kaki saya lemas tak berdaya, saya dan kedua sahabat saya melipir duduk untuk menenangkan diri sebelum melanjutkan perjalanan mengeksplor keindahan The Great Wall. Setelah semua merasa tenang, kami melanjutkan perjalananan meniti tangga demi tangga bagian dari Tembok Cina ini, and the view was extremely mesmerizing. Pemandangan itu sekejap langsung menghempaskan semua ketakutan saya barusan bersama cable car.

Setapak demi setapak, kami melangkahkan kaki, memperhatikan bebatuan yang digunakan untuk membangun tembok kokoh itu. Sambil sesekali me-recall memori kami sekitar sepuluh tahun lalu mengenai sejarah dibalik Tembok Kokoh nan Bersejarah ini. Bagi saya pribadi, berkunjung ke Cina bukanlah hanya mengenai berwisata, tapi lebih kepada keinginan untuk mengulang dan merasakan secara langsung semua yang pernah diceritakan dan dikisahkan oleh dosen saya di bangku kuliah dulu.

Salah satu dosen kami pernah menyebut mengenai nama yang terukir pada bebatuan Chang Cheng, nama itu adalah nama orang yang membuatnya, bukan untuk menjadikannya sebagai kenangan melainkan sebagai tanda jika kemudian ada kesalahan pada pemasangan batu tersebut maka orang tersebutlah yang dicari untuk mempertanggungjawabkannya, dan kami menemukannya, memang ada beberapa nama yang menurut saya memang diukir / dipahat, namun ada beberapa juga yang menulis dengan spidol (mungkin perbuatan turis). Itu hanyalah sebagian kecil memori sejarah yang kami recall, dan sangat menyenangkan rasanya.

Here we go! Marking step on The Great Wall

Tembok Besar Cina Membentang Indah 


Menara Pengawas Mutianyu
Kami hanya memiliki waktu dua jam untuk berada di puncak ini, oleh karena itu kami tidak ingin menyia-nyiakan momen di sini. Selain berfoto, saya lebih banyak terdiam memandang setiap sudut bangunan ini, berusaha merekam momen ini dengan sebaik-baiknya dalam memori saya. Udara yang begitu sejuk, langit yang cerah dengan awan putih yang begitu cantik, pepohonan yang bergerak dengan indahnya ditambah lagi dengan kupu-kupu yang sesekali kami temukan sedang menari indah di atas sana. Benar-benar perpaduan yang sangat luar biasa.

Tidak heran jika Tembok Besar Cina masuk dalam salah satu daftar keajaiban dunia, karena memang semenakjubkan itu. Jika dulu saya pernah mempertanyakan tentang kemegahan tempat ini, namun sejak pertama saya menjejakkan kaki di area Tembok Cina, saya patut mengakui betapa mahakaryanya bagunan bersejarah ini dan jika saya berkesempatan berkunjung ke Beijing, saya masih ingin mengunjungi tempat ini lagi.

Jumping Pose with the Butterfly
Setelah selesai menikmati keindahan Great Wall, kamipun dipusingkan dengan cara untuk turun ke meeting point untuk bertemu dengan tour leader kami. Untuk turun ada dua cara yang ditawarkan yang sudah menjadi satu paket dengan pembelian tiket cable car untuk naik tadi, kita bisa memilih untuk turun dengan menggunakan cable car lagi atau dengan menggunakan Toboggan Slider dengan track yang sudah disediakan. 

Naik cable car adalah pilihan yang big no no bagi saya, rasanya saya tidak mau menutup perjalanan saya di Great Wall dengan memori ketakutan di cable car, akhirnya kami memutuskan untuk naik tobbogan slider yang katanya lebih menyenangkan. Awalnya saya takut karena ini dikendarai secara indvidu melalui trek yang memang sudah disediakan, tapi jika dibandingkan harus naik cable car, I do will choose toboggan slider over cable car.

Tidak sulit untuk mengendarai tobogan slider ini, hanya perlu mendorong sticknya kedepan untuk melaju ke depan dan menarik ke belakang untuk mengerem. Awalnya saya pikir ini akan menyeramkan, tapi ternyata sangat menyenangkan, dan sangat aman. Treknya menurun dan tidak curam, dengan adanya rambu-rambu untuk memperlambat gerakan di beberapa titik yang sedikit curam ditambah lagi dengan adanya satu penjaga di setiap beberapa meter trek tersebut. Dari yang awalnya saya mengendarai dengan pelan, hingga keasyikan dan menantang diri untuk mempercepat pergerakan dibeberapa titik hingga saya bisa berteriak karena terlalu senang dengan toboggan slider yang memacu adrenalin ini. 

Toboggan Slider (pic from tripadvisor) 

Setelah semua drama di cable car, keindahan pemandangan, kemegahan bagunan hingga keseruan mengendarai toboggan slider merupakan pengalaman yang luar biasa bagi saya. Overall, this place is highly recommended and really worth visiting. I'll be back here with another step next time.

Beberapa catatan yang dapat saya share dari kunjungan ke Tembok Besar Cina diantaranya :

  1. Mutianyu Section adalah yang paling tepat kalau kamu ingin menikmati keindahan Tembok Cina tanpa kerumunan orang juga dengan jalur pendakian yang sudah sepenuhnya dibangun kembali. Karena cukup jauh dari pusat kota, maka tidak terlalu banyak turis mengambil jalur ini untuk memasuki area Tembok Besar Cina. Bagi kalian yang berniat hunting foto atau berfoto-foto ria di salah satu keajaiban dunia ini, saya rasa menempuh perjalanan lebih panjang rasanya cukup sepadan dengan pemandangan yang akan didapatkan jika memasuki area Tembok Besar Cina melalui section ini. Selain Mutianyu, ada section Jinshanling yang juga termasuk salah satu section terindah, namun jalur pendakian di Jinshanling belum sepenuhnya diperbaiki dan sebagian besar masih terjal. Informasi terkait detail section dapat dilihat pada web ini

  2. Mengambil One Day Tour sebetulnya bukan pilihan buruk namun juga bukan pilihan terbaik. Sisi positifnya adalah, kita tidak perlu pusing-pusing memikirkan transportasi dari dan menuju tempat wisata, termasuk admission fee. Kita juga bisa duduk santai dan nyaman di dalam minivan sambil sesekali terlelap jika memang perjalanan tersebut membutuhkan waktu berjam-jam. Terlebih bagi kami yang baru mendarat di Beijing pada pukul 04.00 dini hari. Dengan mengambil tour ini, kami bisa tidur dan beristirahat sejenak di dalam mobil dan terbangun tepat saat mobil kami tiba di tempat wisata.
    Namun kalau ditelaah lagi, ada beberapa hal yang agak disesalkan dari tour ini. Seperti paket tour pada umumnya, dalam itinerary tour ini juga terdapat kunjungan ke beberapa objek wisata seperti Olympic Stadium dan Dingling Tomb dan Toko giok serta Upacara Minum Teh (yang sebetulnya tidak ada dalam list rencana perjalanan kami). Dan kalau dihitung-hitung waktu kami banyak habis dengan mengunjungi tempat-tempat tersebut sedangkan kami hanya punya sedikit waktu untuk menjelajah Tembok Cina. Sangat disayangkan sebetulnya, karena saya pribadi masih ingin menghabiskan lebih banyak waktu di Tembok Cina.
    Jika ada pilihan, mungkin mengambil private tour atau melakukan trip mandiri untuk mengunjungi Tembok Besar Cina bisa jadi pilihan yang dapat dipertimbangkan

  3. Berkunjung pada saat spring atau autumn bisa menjadi pilihan karena udara dan suhu masih cenderung sejuk dan tidak terlalu dingin. Kebetulan kunjungan saya kesana di akhir musim semi, sehingga matahari sangat cerah namun masih terasa angin sejuknya. Sehingga kami tidak terlalu merasa kepanasan

  4. Pakai sunblock, membawa sunglasses, payung dan memakai sepatu yang nyaman. Terlepas dari angin yang masih sejuk, karena berada di ketinggian dan terpapar langsung dengan sinar matahari, maka jangan sampai lupa untuk memakai sunblock dan juga membawa sunglasses serta payung (untuk berjaga-jaga). Mengingat perjalanan pendakian lumayan jauh, jangan lupa memakai sepatu senyaman mungkin, kalau bisa pakai sneakers atau sepatu olahraga supaya semakin leluasa dalam melakukan pergerakan

  5. Bawa minuman yang cukup serta camilan. Ini adalah salah satu hal krusial yang harus disiapkan, perjalanan panjang setelah pendakian tentu membuat kita mudah haus dan lapar, maka jangan lupa untuk menyiapkan dua hal ini. Saya teringat betapa air mineral dan satu bungkus oreo yang kami nikmati di atas Tembok Cina menjadi penyelamat kami di siang yang terik itu. 

  6. Toilet di sekitar Tembok Cina masih dikategorikan aman. Toiletnya bersih dan alhamdulillah beberapa kali mampir di toilet yang berbeda saya tidak pernah menemukan sesuatu yang mengejutkan. Hanya saja seperti toilet-toilet sebelumnya, toilet tetap  berbau-tidak-enak, tidak ada tissue dan sabun cuci tangan. Jadi jangan lupa untuk selalu membawa barang-barang tersebut di dalam backpack kamu yah :)
Itulah sebagian yang dapat saya share dari trip saya ke Tembok Besar Cina, jika memang ada yang membutuhkan informasi ini semoga tulisan ini dapat bermanfaat :)