Arimbi
“Reno, lo datang lagi di mimpi gue, kangen banget gue”
Arimbi mendesah kecil ketika terbangun dari tidurnya hari Minggu itu. Reno
sahabatnya selama hampir 20 tahun masih mengunjunginya meskipun hanya dalam
mimpi. Dia dan Arimbi sudah bersama sejak mereka masih duduk di bangku sekolah
dasar, tapi 3 tahun yang lalu Reno meninggal karena gagal ginjal dan itu membuat
Arimbi begitu terpukul.
Arimbi bangun lalu sarapan dan kembali ke kamar dan langsung
berberes kamar“udah lama banget ngga beres-beres, hajarlah” katanya dalam hati.
Tidak butuh waktu lama kamarnya kemudian bak kapal pecah, semua barang keluar
dari lemari dan laci untuk dirapikan kemudian. Seketika Arimbi terdiam ketika
membuka sebuah album kecil kumpulan foto-foto lama miliknya, foto bersama
teman-teman SD hingga teman kuliahnya.
Arimbi membuka lembar demi lembar album itu, terkadang
tersenyum sendiri sambil menunjuk orang-orang dalam foto tersebut. Hingga ia
terpaku pada salah satu halaman album tersebut, Arimbi terdiam, lama, hingga
akhirnya bulir air mata jatuh dari matanya yang sipit. Di halaman album itu ada
fotonya bersama Reno dan juga Rhaga. “Ren, kenapa secepat itu lo pergi? Kenapa lo
ninggalin gue?” katanya lirih.
Lumayan lama Arimbi terpekur memandang foto-foto itu,
memandang wajah Reno yang begitu gempal dan sehat, melihat dirinya yang tertawa
bahagia dirangkul oleh kedua sahabat tersayangnya. Arimbi memejamkan mata
berusaha memainkan ulang semua rekaman kebersamaan mereka sekian tahun yang
lalu. Hanya ada dia, Reno dan Rhaga.
“Duh, kenapa bisa pas banget sih, baru semalem mimpiin dia,
eh ini malah tiba-tiba ngeliat foto begini” Arimbi merajuk kesal. Bukan karena
dia tidak ingin mengenang Reno sebagai sahabatnya, tapi karena masih ada yang
mengganggu ketika ia mengingat tentang Reno. Yes right, semua yang berhubungan
dengan Reno akan otomatis berhubungan dengan Rhaga dan itu yang membuat Arimbi
tidak nyaman untuk mengenang Reno pada saat ini.
Setelah selesai beres-beres kamar, Arimbi langsung duduk di
depan laptop untuk menuliskan kegundahannya. Arimbi adalah tipe anak yang harus
curhat di diary setiap kali ada hal yang mengganggu hatinya. Dari zaman SD
sampai kuliah, sudah puluhan buku diary ditulis olehnya hingga akhirnya dia
mengenal dunia blogging dan berhenti menulis di diary dan menggantinya dengan
blog atau just put on her own laptop.
Sebuah foto yang menjadi pembuka curahan hatinya yang begitu
dalam.
“Mbi, Ga, kalian kapan mau married? Jangan lama-lama dong,
gue mau ngeliat kalian menikah dan punya anak, gue pingin banget ngeliat dua
sahabat gue bersanding di pelaminan selagi gue masih hidup.” Kata Reno di hari
itu ketika Arimbi dan Rhaga menjenguknya di rumah sakit. Kondisi Reno saat itu
sangat menurun, tapi tidak separah sebelumnya. Arimbi terdiam memegang tangan
Reno tanpa berkata-kata. “Insyaallah taun depan Ren, makanya lo harus sehat
biar bisa jadi ketua panitia pernikahan kita nanti" kata Rhaga berusaha
menyemangati sahabatnya itu.
Itulah hari terakhir Arimbi bertemu Reno, dan itu jugalah
permintaan terakhir dari Reno yang ternyata tidak bisa ditepati olehnya, juga
oleh Rhaga.
Arimbi menangis setiap kali teringat kejadian itu, baginya
tangis itu bukan lagi soal dia dan Rhaga, tapi lebih karena Reno. “Maafin gue
Ren, maaf gue ngga bisa mewujudkan keinginan lo, maaf gue harus memilih jalan
ini” air mata Arimbi jatuh di atas keypad laptopnya dan dia menangis
.
Jika ada yang mengatakan bahwa persahabatan antara wanita
dan laki-laki tidak ada yang berhasil selain akan mengarah ke hubungan romansa,
maka itu benar terjadi pada Arimbi. Arimbi dan Rhaga memutuskan untuk menjalani
hubungan yang lebih dari sekedar sahabat setelah 15 tahun kebersamaan mereka.
Hingga akhirnya Tuhan memaksa mereka untuk menjalani takdir yang berbeda 2
tahun yang lalu.
Setelah kejadian itu, hampir setiap hari Arimbi memimpikan
Reno, dalam berbagai frame, berbagai kondisi, dan berbagai percakapan yang
menunjukkan ketidaksukaan dan kesedihan Reno atas keputusan yang diambil
olehnya.
“Mbi, kita ketemuan di depan FX ya, gue parkir di pintu IX
GBK buat CFD-an” kata Reno di telefon
“Siap Ren, nanti gue langsung ke FX” jawab Arimbi
Reno dan Arimbi kemudian lari di sepanjang jalan Sudirman
sambil sesekali mengobrol
“Mbi, si Rhaga mana? Kok ngga keliatan?” Reno menatap Arimbi
bingung
“hahaha gue kan udah ngga sama Rhaga Ren, ngga usah
nanya-nanyain dia lagi lah” Arimbi menjawab ringan sambil tertawa sambil lalu
Kemudian Reno menatap Arimbi dengan tatapan marah, dia maju
ke depan Arimbi dan berlari mundur sambil menatap Arimbi dengan muka marahnya
dan dia menghilang.
Itu hanya salah satu dari sekian banyak frame mimpi Arimbi
tentang Reno ketika ia dan Rhaga memutuskan untuk mengakhiri hubungan mereka.
Semua mimpi itu pada awalnya membuat Arimbi hampir mundur, tapi pada akhirnya
Arimbi memilih untuk terus maju dengan tekadnya yang sudah bulat. “Bismillah,
Insyaallah ini yang terbaik yang Allah pilihin buat gue” Arimbi berulang kali
mengulang kalimat itu untuk meyakinkan dirinya sendiri.
Arimbi tetaplah Arimbi, dibalik pikirannya yang logis dan
keras, hatinya tetap lembut dan tidak bisa begitu saja melupakan apa yang
dilihatnya di mimpi. Berkali-kali ia berdoa dan berbicara dalam hati “Ren,
kalau lo mau liat gue bahagia lo harus dukung gue, sudah cukup lo datang ke
mimpi gue untuk hal ini, karena bagi gue keputusan ini adalah yang terbaik."
Kita akan ikut bahagia jika orang-orang yang kita sayang
bahagia. Bagi Arimbi, jika ingin membahagiakan orang-orang yang kita sayang,
maka cara terbaiknya adalah dengan membuat diri kita bahagia terlebih dahulu. Dan
itulah yang diyakini olehnya. Arimbi percaya bahwa apapun keputusan yang
diambilnya, seberapa beratpun hal itu, jika pada akhirnya bisa membuatnya
bahagia maka orang-orang yang menyayanginyapun pasti akan ikut bahagia dan mendukungnya.
Quotes :
“Bersyukurlah atas keberadaan orang-orang baik di sekitar
kita, ketika salah satu dari mereka pergi, maka hilang satu kenikmatan dari
Allah, karena sebaik-baiknya berkah adalah ketika kita berada di tengah-tengah
orang baik."