Melalui blog, saya bisa menulis pengalaman yang kelak bisa saya baca kembali entah sebagai pengingat atau hanya sekedar untuk napak tilas semua yang pernah saya lakukan pada masa itu. Barangkali sedikit yang saya tulis itu bisa bermanfaat bagi orang lain termasuk tentang sharing pengalaman kegiatan volunteer, traveling, hingga berbagai kegiatan atau kelas workshop yang pernah saya ikuti. Melalui blog juga, saya bisa mengemukakan pendapat saya tentang hal-hal dari sudut pandang saya sebagai individu. Dari situlah kemudian ketertarikan dengan dunia penulisan ini menjadi semacam nadi yang menempel pada diri saya. Menulis seakan menjadi hal wajib yang rutin harus dilakukan, dan hebatnya menulis itulah yang kemudian menjadi salah satu sarana hiburan yang produktif yang pernah saya lakukan.
Kenapa Menulis Blog?
By hanaumiya - 24 November 2018
Melalui blog, saya bisa menulis pengalaman yang kelak bisa saya baca kembali entah sebagai pengingat atau hanya sekedar untuk napak tilas semua yang pernah saya lakukan pada masa itu. Barangkali sedikit yang saya tulis itu bisa bermanfaat bagi orang lain termasuk tentang sharing pengalaman kegiatan volunteer, traveling, hingga berbagai kegiatan atau kelas workshop yang pernah saya ikuti. Melalui blog juga, saya bisa mengemukakan pendapat saya tentang hal-hal dari sudut pandang saya sebagai individu. Dari situlah kemudian ketertarikan dengan dunia penulisan ini menjadi semacam nadi yang menempel pada diri saya. Menulis seakan menjadi hal wajib yang rutin harus dilakukan, dan hebatnya menulis itulah yang kemudian menjadi salah satu sarana hiburan yang produktif yang pernah saya lakukan.
Maaf Terindah
By hanaumiya - 3 November 2018
Arimbi
Singapura di bulan December memang selalu menarik untuk dikunjungi, tak terkecuali oleh Arimbi. Suasana natal di negeri ini sungguh hangat terasa, berbagai jenis pohon natal dan lampu-lampu dalam berbagai bentuk menjadi daya tarik sendiri bagi bagi mereka yang ingin merasakan kemeriahan December tanpa perlu bertandang jauh dari Indonesia. Orchad Road dan di sepanjang jalan sekitar Hotel Fullerton menjadi tempat favorit Arimbi untuk menghabiskan waktu sekedar untuk berjalan kaki ataupun mencuci mata selama di Singapura.
Langit malam kali ini begitu indah, bulan bersinar terang ditemani oleh bintang-bintang yang menari indah di tengah hamparan langit hitam. Pertunjukkan air mancur dan laser di depan Marina Bay Sands melengkapi keindahan malam itu, malam di mana Arimbi akhirnya untuk pertama kali merenungkan segala yang terjadi satu tahun belakangan, pertama kali menjauh dari semua orang yang terlibat dalam perjalanan hidupnya selama satu tahun silam.
Arimbi duduk manis menikmati pertunjukkan air mancur yang menari lincah mengikuti alunan musik dan sinar laser yang tidak kalah menakjubkan tersugu indah di hadapannya. Semua mata tertuju pada pertunjukkan di depan mata mereka masing-masing, ada yang berdecak kagum namun adapula yang memandang dengan sangat biasa. Hingga pertunjukkan selesai dan orang-orang mulai meninggalkan tempat itu untuk kemudian masuk ke Marina Bay Sand Mall atau bahkan berjalan kaki menuju sudut lain untuk menikmati Singapura di malam hari. Namun Arimbi tetap duduk manis di titik itu, memandang ke depan, lalu ke langit, menikmati setiap detik rasa damai dan tertram yang muncul dalam hatinya.
"Kamu apa kabar Mbi?" tanya Rhaga ragu-ragu sambil menatap gadis di hadapannya.
"Alhamdulillah baik, Kamu gimana kabarnya?" Arimbi bertanya balik kepada Rhaga. Itu adalah pertemuan pertama mereka setelah empat bulan lalu hubungan mereka berakhir. Terasa canggung bagi keduanya untuk memulai percakapan di tengah suasana coffee shop yang sangat cozy diiringi musik instrumental di bilangan Senopati.
"Seperti yang kamu lihat Mbi, Aku baik" jawaban menggantung yang Arimbi sadari bahwa kondisinya mungkin tidak sebaik yang terlihat dari wajahnya.
Seminggu yang lalu Rhaga berusaha menghubungi Arimbi untuk mengajaknya bertemu, namun Arimbi selalu menolak dengan berbagai alasan, karena dia merasa tidak perlu untuk bertemu lagi dengan lelaki itu, semua sudah berakhir dan hidupnya kini sudah baik-baik saja tanpa Rhaga. Tapi Rhaga terus mendesak karena Ia merasa ada yang masih perlu dibicarakan dengan Arimbi, hingga akhirnya Arimbi mengiyakan pertemuan itu di hari Jumat sepulang kantor. Awalnya Rhaga menawarkan untuk menjemputnya di kantor namun Arimbi menolak dan meminta langsung bertemu di tempat yang sudah dijanjikan.
"Kamu kelihatan gemukan Mbi dan you look so happy" Rhaga memulai percakapan dengan hati-hati
"Alhamdulillah sekarang aku udah gemukan karena olahraga, dan yeah aku happy banget dengan hidupku sekarang" Arimbi kaget mendengar ucapan Rhaga, dia takjub bahwa lelaki ini masih bisa memperhatikan detail dirinya. Karena memang benar berat badannya naik selama beberapa bulan ini.
"Aku ngga nyangka kamu seperti ini sekarang, aku senang ngelihat kamu seperti ini" timpal Rhaga sambil tersenyum simpul menatap Arimbi yang sedang menikmati hot chocolate kesukaannya.
"Memangnya kamu pikir aku bakal gimana? bakal frustasi dan kurus kerontang gitu abis kita putus?" jawab Arimbi sambil tertawa santai. Dia sama sekali tidak gentar dengan semua perkataan lelaki itu
"Ngga kok Mbi, aku percaya kamu ngga akan seperti itu" Rhaga berusaha menjelaskan
Kemudian suasana hening seketika, seakan mereka adalah orang yang baru kenal yang sedang kebingungan mencari topik pembicaraan. Arimbi menunggu Rhaga untuk membuka percakapan karena dialah yang meminta pertemuan ini, sedangkan Arimbi sendiri merasa enggan untuk membuka topik.
"Makasih ya Mbi kamu masih mau ketemu sama aku, aku pikir kamu bakal ngeblock nomor aku dan kamu bakalan benci banget sama aku" Rhaga tiba-tiba memecah keheningan sambil menatap Arimbi
"Hahaha...Ngga lah, aku bukan ABG yang bakal ngeblock nomor orang. Dan asal kamu tau Ga, aku ngga pernah benci sama kamu" Jawab Arimbi santai. Karena Ia yakin dalam hatinya tidak pernah sekalipun Ia membenci Rhaga, bahkan setelah semua tindakan paling jahat yang pernah dilakukan Rhaga kepadanya, rasa benci itu tak pernah ada.
"Jadi kamu ngajak ketemuan hari ini cuma untuk ini? kalau cuma mau minta maaf lewat telefon juga bisa Ga" tanya Arimbi
"Hmm, ngga cuma itu Mbi...aku datang untuk minta maaf atas nama Ibu aku ke kamu. Atas semua perlakuan Ibu ke kamu, atas semua perkataan dan tindakan beliau yang pernah membuat kamu sakit hati" Rhaga menundukkan wajahnya seraya malu akan perkataan yang keluar dari mulutnya
"Seminggu lalu Ibu sakit, meskipun kondisinya saat ini sudah membaik, aku merasa perlu minta maaf atas nama beliau ke kamu" Rhaga melanjutkan
Arimbi terdiam memperhatikan tiap kata yang keluar dari mulut lelaki di hadapannya, mulutnya terus berbicara, matanya terlihat lelah. Arimbi mengenal lelaki ini dengan sangat baik, Ia tahu pasti kapan lelaki ini bicara jujur dan kapan Ia berbohong, Ia juga tahu pasti bagaimana raut wajahnya ketika bahagia ataupun ketika sedang tertekan, dan Ia menyadari bahwa lelaki di depannya ini sedang bergulat dengan dirinya sendiri seakan kehilangan arah.
"Kenapa kamu yang minta maaf? kalau kamu tau Ibu yang ada salah sama aku seharusnya beliau yang minta maaf, bukan kamu" suara Arimbi terdengar datar
"Well, ngga mungkin juga lah ya beliau minta maaf sama aku, mau ditaruh di mana mukanya kalau minta maaf sama aku, atau mungkin beliau sendiri justru ngga pernah sadar kalau ada salah sama aku" Arimbi melanjutkan dengan sedikit sarkasme. Dalam hatinya, masih teringat jelas semua rentetan kejadian yang dialaminya, semua kenangan buruk yang berkaitan dengan wanita itu, kata demi kata yang pernah keluar dari mulut seorang wanita bernama Ibu kepada anak gadis orang lain. Semua itu tidak mungkin bisa terlupakan oleh Arimbi. Namun Arimbi punya cara sendiri untuk berdamai dengan memori pahit itu.
"Mbi, maafin Ibu, Ibu juga hanya manusia biasa, beliau juga pernah melakukan kesalahan" suara Rhaga memohon kepada Arimbi. Dalam hati Ia mengakui bahwa apa yang telah dilakukan oleh Ibunya saat itu sangat tidak bisa diterima, terlebih Ibunya adalah seorang pengajar agama yang seharusnya tahu betul bagaimana memperlakukan orang lain sesuai ajaran agama, bagaimana memandang orang lain tanpa menjudge mereka dari sudut pandang itu. Rhaga pun menyesali hal itu, tapi bagaimanapun wanita itu tetaplah Ibunya, sesalah apapun tindakannya, Ia harus tetap menghormatinya.
"Kamu mau aku jujur? Sebelum kamu minta maaf untuk diri kamu sendiri atau minta maaf atas nama Ibu, dari lubuk hati terdalam aku sudah memaafkan kalian. Aku sudah memaafkan semua yang pernah kamu lakukan ke aku, bahkan semua campur tangan Ibu dalam hubungan kita dulu sudah aku maafkan. Aku memaafkan bukan untuk kalian, tapi untuk diriku sendiri" Terang Arimbi
"Mbi.." Rhaga tercekat tidak bisa mengeluarkan sepatah katapun, sedangkan gadis di depannya begitu tegar mengungkapkan perasaannya.
"Perjuanganku untuk menyembuhkan luka ini tidak mudah, Ga. Aku hanya punya dua pilihan saat itu: terus membenci kamu dan Ibu atau justru memaafkan kalian. Jika aku memilih pilihan pertama, maka seumur hidup aku akan terus hidup berdampingan dengan rasa benci dan sakit hati karena kalian, aku tidak akan pernah bisa move on karena rasa benci ini terus bersarang dalam diriku dan aku rasa sangat tidak pantas membiarkan orang-orang yang pernah menabur luka untuk terus bersarang dalam hidupku meskipun dalam bentuk rasa benci. Oleh karena itu aku memilih untuk memaafkan kalian, bukan karena perbuatan kalian bisa dengan mudahnya dimaafkan, sama sekali bukan, karena aku sadar bahwa aku akan lebih cepat pulih dan bangkit setelah memaafkan kalian sehingga aku bisa melepas segala keterkaitan kalian dalam jalan hidupku kedepannya" Arimbi menjawab dengan sangat tenang.
Arimbi tertegun melihat bulir air mata keluar dari sudut mata Rhaga, lelaki di hadapannya ini masih sama seperti dulu, masih begitu rapuh. Disadari Arimbi bahwa ini bukanlah kali pertama lelaki ini menangis di hadapannya, namun kali ini Ia melihat betapa Rhaga kehilangan dirinya, Ia tersesat. Dalam hati Arimbi merenungkan bahwa mereka berdua sama-sama 'korban' dari jalan 'takdir' yang memilukan, 'takdir' yang dinamakan ujian. Yang membedakan adalah jalan apa yang dipilih oleh keduanya untuk sembuh dan melanjutkan hidup, yang pada akhirnya menjadi after effect dari ujian tersebut.
"Ga, terima kasih ya karena kamu sudah melepaskan aku" Arimbi tiba-tiba buka suara
"Tapi aku melakukan hal paling buruk ke kamu, Mbi" jawab Rhaga
"Justru aku berterima kasih atas 'kebrengsekan' kamu, kalau bukan karena itu mungkin aku ngga akan berada di titik ini" Arimbi melanjutkan. Suaranya mulai parau, Arimbi tersadar bahwa jika bukan karena apa yang telah dilakukan Rhaga padanya, mungkin Ia tidak akan mampu meninggalkan lelaki itu, Ia pun tidak akan merasa punya alasan yang kuat untuk melepasnya. Tapi nyatanya salah satu tindakan lelaki itulah yang justru mendorongnya untuk melepaskan dan meninggalkan Rhaga di lembah terdalam untuk kembali kepermukaan dan menemukan dirinya yang sempat hilang sekian tahun lamanya.
Memaafkan bukanlah tentang orang lain
Memaafkan juga bukan karena tindakan tersebut pantas dimaafkan
Memaafkan bukan pula berarti kamu lemah
Itu tentang dirimu sendiri
Itu tentangmu yang ingin mengikhlaskan dan melupakan tindakan bodoh tersebut
Itu adalah tentang kuatnya dirimu karena mampu memaafkan tanpa diminta
Karena maaf terindah bukanlah tentang orang lain, melainkan tentang dirimu
-Arimbi-
Your Happiness is Within You
By hanaumiya - 30 September 2018
Menggadaikan Akhirat Demi Dunia
By hanaumiya - 29 September 2018
Kunjungan Singkat ke "Terracotta Army and Horses Museum" di Kota Xi'an
Ancient Wall di Xi'an |
Dari tempat parkir bus menuju loket pembelian tiket |
View pegunungan di sekitar lokasi Terracota |
Line antrian pembelian tiket masuk |
Setelah puas berkeliling dan menikmati sejaran Terracotta Museum ini, kamipun masuk ke bangunan utama yang berisi ribuan pasukan perang dan kuda perang. Terdiri dari tiga bagian utama yang menjadi highlight dari museum ini. Pit 1 berisikan ribuan pasukan perang yang menempati sebelas koridor utama. Pit 2 berisi ribuan pasukan perang beserta pasukan kuda, sedangkan Pit 3 berisi perwira tinggi dan kereta perangnya.
Pertama kali menyaksikan dengan mata telanjang keberadaan situs sejarah ini benar-benar membuat mata tercegang. Betapa tidak, sekian lama hanya menyaksikan keajaiban sejarah itu dalam bentuk visual baik dalam foto ataupun video, kini semua itu tergambar nyata di depan mata. Setiap pasukan, pengawal, bahkan pelayan Kaisar dibuat dengan sangat detail hingga menyerupai aslinya. mulai dari tatanan rambut hingga pakaian yang dikenakan, semua diperhatikan dengan begitu detail dan membuat kami tidak bosan melihat barisan demi barisan pahatan tanah liat yang tersaji di depan mata.
Landscape Emperor Qin Shih Huang Terracotta Army and Horses |
Setelah puas duduk-duduk, kami kemudian bergegas keluar dari area museum menuju tempat menunggu bus yang akan membawa kami kembali ke Xi'an Railway Station. Kontras dengan perjalanan menuju museum, perjalanan meninggalkan museum menuju parking area, kami disuguhkan dengan berbagai toko makanan khas Xi'an, souvenirs serta toko-toko yang menyediakan jasa foto studio dengan mengenakan kostum kerajaan zaman dinasti Cina dahulu. Sehingga perjalanan panjang menuju parking area tidak begitu terasa membosankan.
Kami kembali menaiki bus yang sama dengan keberangkatan kami tadi pagi, setelah memakan waktu satu jam, kami sampai di Xi'an Railway Station yang kemudian akan membawa kami ke Kota Shanghai, kota terakhir yang akan kami jelajahi pada China Trip kali ini.
One day Trip di Xi'an yang cukup berkesan, memang kami tidak sempat menjelajahi banyak tempat di Xi'an, dikarenakan keterbatasan waktu. Namun pesona Terracotta Army and Horses sudah mencetak sebuah memori tersendiri bagi saya, meninggalkan kesan yang dalam yang pada akhinya membuat saya semakin mengagumi sejarah dan budaya Cina yang begitu luar biasa indah dan megahnya.
Selamat Ulang Tahun Sahabat
By hanaumiya - 4 September 2018
Bahagia itu kini tak hanya sekedar janji
Bahagia itu terpampang jelas
Bahagia yang pernah kujanjikan
Kini ku suguhkan kontan
Terima kasih Sahabat
Kamu tidak di sini
Namun namamu masih terpatri
Dan jasamu selalu dikenang
When A Huge Fan of 'Gudai' Visits Forbidden City
By hanaumiya - 19 August 2018
A part of Forbidden City |
The Most Favorite Spot on The Forbidden City |
龙椅 Lóngyǐ (Singgasana Naga) |
Salah satu Hall di dalam Gu Gong |
Salah satu bangunan di bagian belakang Gu Gung |
Tentang Dante
Notifikasi Whatsapp masuk di handphone Arimbi.
Bersama Dante, perlahan Arimbi menemukan kembali dirinya yang dulu, perlahan kepercayaan dirinya kembali, perlahan Iapun bisa membuka diri, berani berinteraksi dan berkomunikasi dengan caranya yang dulu, hangat dan ceria.
"Dan, somehow kok gue merasa kagum sama lo yah, lo tau betul apa yang lo mau, let say ngomongin kerjaan deh, lo hebat bisa tau kemana career path lo, apa passion lo dan lo punya mimpi besar yang wow banget" kata Arimbi pada Dante suatu ketika.
"Mungkin karena gue laki-laki dan sudah seharusnya gue seperti itu, mikir jauh kedepan. Dan menurut gue semua laki-laki di dunia ini juga berpikir seperti itu. Beda sama perempuan yang mungkin ngga sampai segitunya memikirkan karir, secara tinggal nunggu dipinang" terang Dante tersenyum
Arimbi terdiam mendengar jawaban Dante, Ia berkelana dengan pikirannya sendiri.
"Kenapa tiba-tiba lo ngomong gitu Mbi?" Dante merasa aneh
"Hahaha...ngga apa-apa, curious aja, tapi ngga semua perempuan ngga mikirin karir lho, kok kesannya perempuan tuh tinggal dijajakan sambil nunggu dipinang sih" jawab Arimbi menentang
"Hahaha bukan gitu Mbi, maksudnya kebanyakan perempuan jarang sampai mikirin karir harus gimana-gimana, tapi itu juga tergantung perempuannya juga sih" jelas Dante
"Terlepas dari gender laki-laki atau perempuan, ngga semua orang tau dan bisa menemukan passion serta arah mereka mau kemana, banyak yang justru hidup mengalir mengikuti kemana arus membawa" lanjut Arimbi
"Nah yang seperti ini biasanya mereka terjebak di comfort zone" jawab Dante
"By the way, memangnya semua laki-laki pasti punya pemikirian ke arah sana ya?" tanya Arimbi
"Well, lelaki normal harusnya pasti punya pemikiran kesana, tapi semua tergatung juga. Kalau lelaki go with the flow aja gimana gitu yah, kecuali dia memang dari keluarga yang udah berada mungkin itu juga oke sih" jelas Dante
"Dann, ngga apa-apa yah gue nanya-nanya dan ngomongin beginian, gw beneran pengen tau dari sudut pandang lelaki aja sih soal seperti ini" Arimbi menjelaskan kepada Dante
"Hahahaa Mbiii.. ngga apa-apa banget, cuma tumben aja agak berbobot diskusinya" canda Dante
"I've been there, kenal sama laki-laki yang selalu go with the flow for long time, dan ngedenger semua cerita lo belakangan ini jadi perspektif baru buat gue, dan gue bener-bener cuma mau tau dari sudut pandang yang berbeda." Arimbi menjelaskan
"So, menurut lo, kalau lelaki dari keluarga berada hanya go with the flow itu oke?" lanjut Arimbi
"Yup, secara dia cuma kerja sambilan, toh in the end dia bakal disupport oleh keluarganya. Cuma mungkin pola pikir dia akan berbeda dengan lelaki yang harus bisa survive sendiri" jawab Dante
"Hmm... berarti semua tergantung keadaan yah, ngga masalah seseorang mau mengejar karir atau just go with the flow, toh in the end tujuannya akhirnya adalah they can survive in term of material. I got the point" jawab Arimbi
"Yup, itu menurut pandangan gue yah Mbi, intinya kalau lelaki yang cuma go with the flow tapi hidupnya pas-pasan, itu berarti dia males" terang Dante sambil tertawa
Itu adalah salah satu dari beberapa hal yang dikagumi oleh Arimbi dari seorang Dante. Dante bisa menjawab segala keingintahuan Arimbi mengenai berbagai hal dengan cara yang sangat apik. Setiap pola pikirnya selalu menjadi bahan pelajaran baru bagi Arimbi, Arimbi seperti menemukan sesuatu yang baru yang begitu menarik untuk dicari tahu dan dipelajari melalui sosok Dante. Sikap dan pemikiran Dante yang sangat dewasa telah membawa warna baru dalam hidup Arimbi, Arimbi seperti diberi kesempatan oleh Tuhan untuk melihat dan mengenal banyak lelaki baik di luar sana, Dante salah satunya. Lelaki yang bersebrangan dari segi pola pikir, sikap dan kedewasaan dari yang dulu pernah dikenal oleh Arimbi delapan tahun lamanya. Melalui sosok Dante, mata Arimbi kembali terbuka dan Ia mulai percaya bahwa ruang itu tidak pernah membeku, dan Arimbi memilih menikmatinya.
"Tuhan menitipkan pesan berharga pada setiap orang yang singgah dalam plot hidup kita, ini hanya tentang apakah kita mampu menangkap pesan itu atau tidak" -hnu
Tentang Adhika
By hanaumiya - 12 August 2018
The Venice of Shanghai
By hanaumiya - 18 June 2018
View From Fangsheng Bridge 放生桥 |
Pic from CNTO (China National Tourist Office) |
Deretan Boat yang sedang menepi |
Salah satu Boat menyusuri kanal |
Restoran di pinggir kanal |
Jalan menuju Fangsheng Bridge |
Idul Fitri Menggetarkan Hati
By hanaumiya - 17 June 2018