Health Issue
Travel
Thoughts
Review

People May Come and Go, but the Memories Stayed

By hanaumiya - 18 August 2019

Terik matahari siang ini menyengat sampai ke ubun-ubun, kawasan Sudirman yang saat itu masih gundul akibat pembangunan jalan yang belum selesai memang sangat tidak nyaman untuk dilewati pada siang hari. Debu bertebaran ditambah lagi polusi kendaraan yang melintas di sepanjang jalan. Siang itu Arimbi berniat untuk makan di kantin gedung kantornya dan hanya ingin segera kembali ke mejanya untuk menikmati sisa waktu istirahat dengan menonton drama korea favoritnya. Namun tiba-tiba sebuah notifikasi whatsapp masuk di handphonenya tepat begitu jarum jam menunjukkan pukul 11.30.

Dante : Mbii.. lunch bareng yah, gue udah on the way ke Pepenero, lagi pingin makan pizza nih
Arimbi : Duhh, panas banget Dan, gue males jalan jauh ke sana
D : Yahh gituu.. padahal gue punya berita bagus yang mau gue share, Leidy juga udah otw ke sini lhoo Mbii, please..
A : Okokk demi lo, gue menerjang panas siang ini.
D : Thanks Mbi.. you're the best, today's lunch on me deh :)
A : Hahaha dasar. see you there ya!

Tidak sampai sepuluh menit Arimbi sudah sampai di Gedung WTC yang sebenarnya hanya berjarak empat gedung dari gedung kantornya.
"Mbi, Lei, gue punya kabar" ujar Dante satu ketika
"Lo dapet tiket murah?" tebak Arimbi penasaran karena jarang sekali Ia melihat Dante se-excited ini dalam memberi informasi
Dante terdiam seraya tersenyum jahil membuat kedua temannya tak sabaran
"Berita apa sih Dan? Jangan bikin orang penasaran deh" celetuk Leidy kesal
"Kemarin gue dapat konfirmasi kalau gue...gue... gue dapet scholarship LPDP and Melbourne I'm coming" Dante menjawab dengan sangat excited karena semakin dekat Ia dengan mimpinya dan kedua wanita ini adalah orang pertama yang Ia beritahu mengenai berita bahagia ini
"Wahhhh congrats Dan, so happy for you" Arimbi langsung berdiri mengulurkan tangan tak kuasa menahan kebahagiaannya melihat Dante berhasil mendapatkan yang diimpikannya, meskipun ada rasa kosong yang seketika Ia rasakan setelah mendengar berita itu. Bukan karena Ia tidak senang mendengar Dante berhasil mendapatkan beasiswa, tapi karena Ia belum siap untuk kehilangan Dante dalam kesehariannya.
"Congrats Brother, see you soon on Melbourne" Leidy tak ketinggalan menyelamati Dante dengan sebuah kedipan mata yang penuh arti.

Bagi sebagian orang, untuk bisa mengenyam pendidikan baik di tingkat sekolah maupun universitas bukanlah hal yang perlu dipikirkan atau bahkan dikhawatirkan, karena bagi mereka pendidikan adalah hal yang secara pasti akan dinikmati ketika memang tiba waktunya. Namun bagi sebagian yang lain, ada usaha dan perjuangan yang sangat besar yang harus dilakukan untuk bisa mengenyam pendidikan di setiap tingkatnya, entah karena masalah biaya, waktu ataupun hal lainnya.

Dante adalah salah satunya. Dia tidak berasal dari keluarga kaya raya, namun semangat dan kegigihannya berhasil membawanya berada di titik ini. Anak bungsu dari tiga bersaudara, ketika masih di jenjang sekolah dasar dan menengah, mungkin bisa dikatakan hidup Dante begitu berlimpah karena kedua orang tuanya masih sama-sama bekerja. Kedua kakaknya masih kuliah pada saat Ia duduk di bangku SMA, hingga saat kelulusan SMAnya, kedua orang tuanya sudah memasuki usia pensiun. Mimpinya untuk masuk ke jurusan kedokteran pupus karena kekhawatiran orang tuanya yang tidak akan mampu memenuhi biaya kuliah kedokteran yang menjulang tinggi. Dante kemudian memutuskan untuk hanya mengambil jurusan IT jenjang Diploma 3 dengan target adalah harus bisa bekerja secepatnya dan bisa membiayai dirinya untuk lanjut ke jenjang Strata 1. Tahun berjalan dengan semua perjuangan yang tidak mudah, Dante akhirnya menyesaikan studinya dan meraih gelar sarjana dan bekerja di salah satu perusahaan multinasional bergengsi di Jakarta. Dan hari ini, Tuhan membukakan jalan lainnya atas usaha dan kegigihan Dante dalam mengejar mimpinya.

Di tengah obrolan akan keseruan scholarship Dante, Arimbi sempat berkelana dalam pikirannya sendiri, berusaha menjelajah kembali perkenalannya dengan Dante hingga hari ini, Arimbi bersyukur karena Tuhan mengirimkan Dante dalam salah satu plot hidupnya. Lelaki di hadapannya yang kini sedang bercerita dengan penuh antusiasnya, lelaki yang berhasil merobohkan semua tembok yang dibangun tinggi-tinggi oleh Arimbi, lelaki yang datang dan memberi begitu banyak pelajaran berharga dalam hidup Arimbi.

Dante adalah Dante, teman terbaik yang hadir mengisi kembali ruang pertemanan yang sudah digembok rapat-rapat oleh Arimbi, ruang yang Ia yakini tidak akan pernah bisa diisi oleh siapapun sejak dihancurkan oleh seseorang. Namun Dante, Ia dengan mudah masuk ke dalam ruang tersebut dan berhasil membuktikan bahwa seorang teman yang tulus itu masih ada, bahwa persahabatan yang murni itu benar adanya. Arimbi tidak merasa takut ketika pertama kali Dante mengetuk ruang itu, karena Ia tahu bahwa perbedaan dirinya dengan lelaki itu tidak mungkin membuatnya terjerumus ke lubang yang sama untuk kedua kalinya. Itulah yang membuat Arimbi merasa nyaman dengan kebersamaan mereka, saat itu.

Setiap orang yang hadir dalam hidup kita tidak secara cuma-cuma dimunculkan oleh Tuhan. Mereka semua dihadirkan dengan tujuan dan perannya masing-masing. Ada mereka yang bertahan lama dan selamanya dalam plot hidupmu, ada juga mereka yang hanya dibiarkan singah sementara kemudian pergi, ada pula yang dibiarkan menetap lama lalu kemudian pergi kembali. Ada mereka yang dihadirkan sebagai pembawa kebahagiaan untuk membuatmu menikmati hidup. Ada mereka yang hadir untuk menabur luka untuk membuatmu kuat. Ada juga yang hadir dengan keduanya. Kita tidak punya kuasa untuk mengatur kapan orang-orang itu harus datang dalam cerita hidup kita, dan kitapun tidak bisa memaksa kapan mereka harus bertahan ataupun justru pergi dari jalan cerita kita. Yang bisa kita lakukan hanya bersiap menunggu mereka yang akan datang serta bersiap pula ketika mereka akan pergi.

Dante mungkin pergi, tapi segala kenangan dan pelajaran yang dihadirkan olehnya dalam hidup Arimbi tetap tinggal. Tuhan begitu baik, memberi pesan kepada Arimbi melalui kehadiran Dante, singkat namun penuh makna. Setidaknya itu yang membuat Arimbi kuat untuk melepasnya, melepas salah satu sahabat terbaik yang pernah ada, melihat betapa Tuhan mencintai umatnya meskipun dengan berbagai perbedaan yang ada.

See you on top, Dante!


A Story About Past

By hanaumiya - 11 August 2019

Hujan turun begitu deras sore itu, Arimbi mematung di salah satu sudut halte busway sambil mencari taksi online untuk mengantarnya pulang. Setengah jam berlalu namun tidak ada satupun aplikasi transportasi online yang berhasil digunakannya. Sementara baterai handphone nya semakin sedikit hingga tiba-tiba ada notifikasi whatsapp masuk.

Karin : Mbi, gue udah beliin lo alat snorkeling nih buat next trip kita, hehe
Arimbi : Wahh thankss banget Kar.
Karin : you're welcome babe. Btw hujan angin parah banget, macet banget dijalan. 
Arimbi : bahkan gue udah hampir satu jam di halte busway nyari taksi online failed terus. 
Karin : lhaa... Kayaknya kita deketan deh, gue jemput sekalian

Tak lama kemudian Arimbi sudah duduk manis di sebelah kemudi Karin. Boleh dibilang ketidaksengajaan yang berujung manis dengan pertemuan antara kedua sahabat tersebut. Hmm..mungkin hanya awalnya manis. Hujan sudah reda hingga mereka memutuskan untuk makan bakso di tempat favorit Karin tidak jauh dari rumah mereka. Percakapanpun mengalir dan berkembang segitu dinamisnya seperti biasa. Mulai dari Karin yang menceritakan detail perjuangnnya untuk datang ke pameran alat olahraga outdoor di daerah Alam Sutera hingga Arimbi yang menceritakan kisah mengajarnya di YPAB hari ini hingga berujung terdamparnya dia di tengah hujan di sebuah halte busway.

"Mbi, lo masih contact sama Rhaga?" tanya Karin tiba-tiba
"Ngga ada, terakhir kali dia telefon waktu ulang tahun gw" Arimbi menjawab sambil lalu

"Lo tau kabar terakhir tentang dia Mbi?" Karin melanjutkan
"Ngga dong Kar, gw gak tertarik atau bahkan udah ngga peduli sama segala hal yang berhubungan dengan dia" jawab Arimbi yakin
"Kenapa tiba-tiba lo bahas dia? apa lo tau sesuatu yang perlu lo kasih tau ke gw?" cecar Arimbi

Karin terdiam mempertimbangkan apakah dia perlu memberi tahu Arimbi mengenai kabar yang didengarnya tentang Rhaga, atau justru dia harus berpura-pura tidak tahu demi ketenangan hidup Arimbi. Sahabatnya itu kini sudah menjalani hidupnya dengan jauh lebih baik, apakah masih perlu memberitahunya tentang orang di masa lalunya.

"Rhaga mau nikah ya Kar?" pertanyaan itu meluncur tajam dari bibir merah Arimbi
"Sepertinya begitu Mbi, gue liat foto-foto lamarannya dua bulan lalu di Facebook" jelas Karin ragu-ragu
"Kalau soal ini, dari lo atau bukan, cepat atau lambat akan gue dengar kok, don't worry Kar dan gue sudah siap untuk hal itu" Arimbi menerangkan pada Karin yang terlihat mengkhawatirkannya.

Arimbi memang sudah lama tidak mendengar kabar Rhaga. Sejak hubungan mereka berakhir, tidak pernah sekalipun Ia menghubungi lelaki itu, kecuali Rhaga sendiri yang tiba-tiba menghubunginya terlebih dahulu baik untuk satu keperluan atau sekedar menanyakan kabar. Bagi Arimbi semua sudah berakhir dan tidak ada alasan baginya untuk menghubungi ataupun mengetahui kabar Rhaga. Sahabat-sahabat Arimbi marah dan memintanya untuk memutus semua contact dengan Rhaga termasuk memblokir nomornya setelah semua yang telah dilakukan lelaki itu pada Arimbi. Namun Arimbi berkeras tidak melakukannya, Arimbi ingin membuktikan pada dirinya dan dunia bahwa Dia baik-baik saja, Dia sudah memaafkan lelaki itu dan Dia bisa menganggap Rhaga seperti teman-temannya yang lain di masa lalunya.

Dalam hati Arimbi ada satu kelegaan mendengar kabar pernikahan Rhaga, lega karena akhirnya lelaki itu akan menambatkan hati pada satu wanita setelah sempat singgah di mana-mana, lega karena itu berarti akhirnya Rhaga akan berhenti menjadikannya 'rumah' atas segala perkara hidupnya selama ini. Arimbi sangat mengenal lelaki itu, Rhaga selalu butuh seseorang disampingnya, seseorang yang bisa menjadi tempatnya kembali dari segala persinggahan, tempatnya menumpahkan segala keluh kesah dunia, dan tempatnya bersandar di saat terlemahnya sebagai seorang anak serta sebagai seorang laki-laki.

Tidak ada kecemburuan atau kekecewaan ketika Arimbi mendengar kabar bahagia itu. Biar bagaimanapun, Rhaga adalah sahabat terbaik di masa lalunya, terlepas dari semua kejadian yang terjadi di antara mereka dua tahun silam. Arimbi bisa turut merasakan kebahagiaan itu meski Ia yakin orang-orang di luar sana pasti mengasihinya karena mantan pacarnya menikah lebih dulu daripadanya. Tapi bagi Arimbi, hal itu sama sekali tidak penting, Arimbi yang sekarang hidup untuk dirinya, dia tidak hidup untuk mempedulikan orang lain. Hal yang terpenting adalah kebahagiaan dirinya, keluarga dan sahabat-sahabatnya yang jelas tahu bagaimana kondisi Arimbi saat ini.

Ada yang bilang, salah satu tanda kalau kita sudah memaafkan orang yang pernah melukai kita di masa lalu adalah ketika kita bisa turut merasakan kebahagiaan dari orang tersebut. Dan saat itulah Arimbi menyadari bahwa semua kemarahan terhadap lelaki itu sudah menguap, semua luka itu sudah melebur dan maaf itu bukan lagi hanya terucap di bibir melainkan dari lubuk hati terdalam. Arimbi bukan malaikat, kesalahan yang rasanya sulit dimaafkan itupun tidak serta-merta muncul begitu saja, semua itu berproses hingga akhirnya berada di titik ini.

Arimbi sudah menutup buku masa lalunya rapat-rapat jauh sebelum hari ini, jauh sebelum ia mendengar berita bahagia tentang Rhaga. Melupakan masa lalu bukanlah cara yang tepat untuk memulai hidup baru, melupakan hanya akan menjadi pelarian. Cara terbaik untuk memulai lembaran baru adalah dengan memaafkan dan mengikhlaskan semua kejadian di masa lalu dan menjadikannya titik balik untuk kemudian melanjutkan hidup. Setidaknya itulah yang diyakini oleh Arimbi yang pada akhirnya membuatnya berada di sini, dengan semua mimpi dan kebahagiaan yang sedang dirangkainya.



Forgetting is just an escape from the problem itself, while the real way out is by Forgiving and Letting go - hnu