Health Issue
Travel
Thoughts
Review

Merayakan Kehilangan dan Kebersamaan

By hanaumiya - 8 October 2017


Ketika kamu kehilangan handphone apa yang kamu rasakan?
Ketika bisnis yang kamu bangun tiba-tiba bangkrut bagaimana perasaanmu?
Ketika kamu ditinggal pacar atau orang-orang yang kamu sayang apa yang kamu rasakan?
Atau ketika orang tua atau pasanganmu meninggal bagaimana rasa hatimu?

Pasti jawabannya sama, semua orang akan merasa sedih atau bahkan marah atas semua kehilangan yang dialaminya. Kehilangan sesuatu yang dimiliki dalam bentuk apapun, mulai dari yang berbentuk materi, hingga  berupa seseorang. Kesedihan yang dirasakan akibat kehilangan di atas pun levelnya masing-masing, pun level keikhlasan seseorang dalam menerima kehilangan tersebut juga beragam.

Dengan case kehilangan yang sama misalnya, kenapa bisa ada satu orang yang bisa lebih mudah untuk mengikhlaskan dan ada satu orang lainnya yang justru sangat sulit melakukannya? Jawabannya adalah karena kedua  orang tersebut memiliki level rasa memiliki yang berbeda. Semakin besar rasa memiliki seseorang terhadap sesuatu atau seseorang, maka semakin sulit baginya untuk mengikhlaskan ketika ia kehilangan hal tersebut. 

Ada beberapa konsep dasar yang perlu dipahami:

1. Segala yang kita miliki dalam hidup ini adalah titipan dari Allah, jadi ketika Dia mengambilnya, maka kita tidak punya hak untuk marah ataupun melawan. Karena segala milikNya akan kembali kepadaNya. Dalam islam kita diingatkan dengan kalimat 'Innalillahi wainnailaihi Rajiuun' = semua milik Allah pasti dan akan kembali kepadaNya. Kalau percaya sama hal itu maka segala kehilangan ya pasti bisa diikhlaskan dengan hati yang lebih lapang.

2. Ketika kamu berani memiliki, maka kamu harus berani kehilangan. Ketika kamu berani mencintai maka kamu harus berani sakit hati. Ketika kamu berani menggantungkan kebahagiaanmu pada makhluk maka kamu harus bersiap untuk kecewa. Semua itu bergiliran terjadi, seperti napas yang ada kalanya kita tarik dalam-dalam dan kemudian harus kita hembuskan kembali menguap ke udara, itulah hidup. 

Nah, ketika kedua konsep itu sudah bisa diterima, lalu apa proses penerimaan selanjutnya? Well, maksudnya adalah bagaimana caranya agar ketika kehilangan itu terjadi, logika kita bisa menerima dan mengikhlaskan dengan didukung oleh konsep di atas.

Percaya bahwa :

1. Semua orang yang hadir dalam hidupmu adalah berkah. Setiap orang yang hadir dalam hidupmu, baik dalam waktu lama atau sebentar, baik membahagiakan atau bahkan membuat luka, mereka semua pasti memberikan pelajaran bagi hidupmu. Allah membuat mereka semua singgah dalam hidupmu dengan tujuan dan tugasnya masing-masing. Pun orang yang membuatmu luka, maka banyak pelajaran yang bisa kamu ambil dari mereka. Mereka adalah aktor dan aktris pendukung yang telah dipilihkan Allah sebagai 'sang sutradara kehidupan' untuk mengisi lakon hidupmu.

2. Semua yang terjadi adalah pilihan terbaik pada saat itu. Berhentilah melulu berusaha mencari kemungkinan-kemungkinan pada masa lalu yang kamu sendiri tahu semua itu tidak mungkin terjadi. Apa sih yang kamu harapkan dari berbagai angan-angan 'coba dulu begini ya' , 'coba dulu saya tidak melakukan itu' dan berbagai pengandaian yang kemudian membuatmu semakin tertarik oleh magnet masa lalu yang pada akhirnya membuat langkahmu untuk mengikhlaskan semakin berat. Sudahi berbagai pengandaian itu dan terimalah bahwa kondisi itu adalah satu-satunya pilihan terbaik yang bisa terjadi pada saat itu. Percaya bahwa kondisi itu sudah direncanakan oleh Allah dan memang Dia inginnya terjadi seperti itu dalam hidupmu.

3. Sudah saatnya terjadi. Semua kejadian yang terjadi dalam hidupmu terjadi pada saat yang tepat, tidak pernah telalu dini dan tidak juga terlambat. Jika luka itu terjadi tiga tahun lalu misalnya atau jika saja kebangkrutan bisnismu tidak terjadi sekarang, kamu tidak bisa mengatakan bahwa itu terlalu cepat, atau saya belum siap ketika itu terjadi. Tidak bisa. Ketika hal itu terjadi, maka berarti memang itulah waktu yang tepat bagi kamu untuk mengalaminya. 

4. Sudah saatnya berakhir. Ketika hubungan kamu dengan pasanganmu harus berakhir misalnya, entah karena putus, karena perceraian, ataupun karena kematian, maka itu adalah akhir yang sudah saatnya dan sudah seharusnya terjadi. Tidak ada yang perlu kamu sesali, yang harus kamu lakukan adalah mengikhlaskan, menutup buku dan melanjutkan hidup.

Ketidakmampuan diri untuk mengikhlaskan akan membuat kita menutup diri dari hal-hal yang kita butuhkan, dengan begitu akan semakin sulit pula kebahagiaan menembus masuk ke dalam diri kita. Pada akhirnya, inti dari semua tulisan di atas adalah berdamailah dengan kenyataan, jangan terus mencoba melawan kenyataan yang terjadi atau bahkan menyangkalnya.

Jika ada hal kurang atau bahkan tidak menyenangkan terjadi dalam hidupmu, terima dan ikhlaskanlah. Seperti halnya berenang di sungai, semakin melawan arus maka kita akan semakin tenggelam, sebaliknya jika kita mengikuti arus dan berdamai dengannya maka kita akan mengapung ke permukaan - Djie


Sedikit share dari sesi hening bulan ini, semoga bermanfaat.  


Rayakanlah kehilanganmu dan mulailah untuk merayakan kebersamaan dengan orang-orang yang ada bersamamu saat ini serta bersiaplah untuk kehadiran orang-orang yang akan hadir mengisi hidupmu. - hnu


Today is Yesterday's Tomorrow

By hanaumiya - 7 October 2017


Kecenderungan otak manusia adalah selalu memikirkan segala sesuatu yang sudah terjadi dan mengkhawatirkan apa yang akan terjadi. Hidup kita cenderung hanya beredar antara masa lalu dan masa depan dan mungkin tanpa menyadari masa kini yang justru sedang ia jalani, yang sedang ia rasakan.

Kesibukan diri ketika memokuskan hal pada masa lalu dan masa depan terkadang justru membuat hidupmu tidak relaks. Masa lalu seakan menghantui dan terus menjadi bayang-bayang, sedangkan masa depan bagaikan badai yang siap menerjang dan membuat kamu harus terus berfikir dan mempersiapkan segala sesuatunya agar ketika badai datang kamu tahu harus berbuat apa, tahu harus bagaimana. 

Apa yang terjadi dengan masa kini ketika kamu terlalu sibuk terjebak antara masa lalu dan masa kini? 

Masa kini terus berjalan, tanpa medapatkan perhatian penuh darimu, padahal bisa jadi momen itu adalah momen yang penting yang justru tidak akan terulang lagi. Dalam kelas-kelas mindfulness yang pernah saya ikuti, menyadari diri ini pada saat ini adalah merupakan salah satu cara untuk meredam semua kepenatan otak kita yang tersesat dan tergulung dalam kesibukannya memikirkan masa lalu dan masa depan.

Well, menyadari masa kini maksudnya begini. Di tengah kestressan kamu, kamu coba duduk relaks, pejamkan mata dan bernapaslah. Inhaling, exhaling, dengarkan setiap napas yang kamu tarik dan setiap hembusan yang kamu keluarkan hingga fokusmu hanya pada napas. Coba rasakan dan nikmati momen itu, hingga akhirnya kamu membawanya ke kondisi dan keadaan yang sedang kamu jalani saat ini, detik ini, dan mungkin hari ini tanpa terdistrak oleh pikiran tentang masa lalu dan masa kini. 

Tentu kita sudah sering mendengar tentang kata-kata mutiara yang mengatakan bahwa kita harus mengambil pelajaran dari masa lalu agar bisa menjalani hari ini dan hari depan dengan lebih baik. Kata-kata itu sama sekali tidak salah, benar bahkan. Namun dalam kalimat itu ada yang terlupakan bahwa ada satu sisi masa atau momen masa kini yang terlupakan. Bagi saya, mungkin kalimatnya harus dilengkapi menjadi "Ambillah pelajaran dari pengalaman masa lalu agar bisa menjalani hidup dengan lebih baik hari ini dan kedepannya tapi tanpa mengabaikan dan mengindahkan kehidupan yang sedang kamu jalani saat ini." 

Setidaknya itulah yang masih saya pelajari di Kelas Nafas ini


"Today is tomorrow's yesterday. Should it becoming your past first to get your attention? of course not, then deal with them - hnu