Gyeongju, annyeong!
Setelah 3 tahun berlalu akhirnya saya kembali ke sini, salah satu kota ternyaman dan tercantik di Korea, Gyeongju. Kunjungan pertama saya ke kota ini pada musim semi 2019, musim favorit untuk mengunjungi Gyeongju karena kota ini sedang cantik-cantiknya dengan begitu banyak spot untuk menikmati bunga Sakura yang sedang bermekaran; serta menikmati hujan Sakura seperti yang pernah saya tuliskan di sini.
Setelah berhasil jatuh cinta pada musim semi di Gyeongju, pada trip kali ini saya memutuskan untuk kembali singgah dan bermain di kota ini untuk menikmati ambiance berbeda kala musim gugur. Perjalanan dari Seoul ke Gyeongju kami tempuh dengan menggunakan Express Bus seperti trip sebelumnya. Setibanya di Express Bus Terminal Gyeongju, kami langsung ke tourist information center dan menunggu taxi untuk membawa kami ke Hanok house tempat kami kami tinggal selama 3 hari kedepan.
Ternyata Gyeongju tampak tak berubah, tetap indah, tetap ramah dan tetap menyenangkan. Kegiatan yang kami lakukan di Gyeongju juga tidak begitu berbeda, namun saya tetap merasakan sensasi yang berbeda dari setiap hal yang kami lakukan di sini.
- Perks of staying in Hanok.
Traveling ke Gyeongju tidak lengkap rasanya jika tidak merasakan sensasi bermalam di Hanok house, dan kali ini kami memutuskan untuk menginap di Hwangnamgwan Hanok House yang yang berlokasi dekat dari Hwanglidangil area (salah satu hype place di Gyeongju). Sama seperti Hanok house pada umumnya dengan mengusung tidur di atas Futon yang terdiri dari alas tidur yang agak tebal, selimut serta bantal untuk kepala.
Hanok house di Hwangnamgwan ini konsepnya adalah "guesthouse" (properti yang dijadikan sebagai penginapan) dengan konsep mirip seperti hotel di mana terdapat receptionist 24 jam serta amenities yang di-refill dan diganti setiap hari. Ini berbeda dengan Hanok house yang sempat saya gunakan pada trip sebelumnya yang mengusung tema "homestay"di mana dalam satu area terdapat beberapa Hanok house dan di mana owner penginapan juga tinggal di area tsb.
Meskipun menyenangkan, bermalam di Hanok house tetap ada kelemahannya, terutama bagi saya dan sahabat saya, Lia yang suka mengobrol dan bercanda. Dikarenakan partisi antar ruangan hanya berupa kayu-kayu dan kertas, dan jarak antara satu ruangan dengan ruangan sangat berdekatan, sehingga suara berisik tentu akan mengganggu pengunjung lainnya. Kamipun sempat ditegur di malam kedua kami di sana, karena kami melakukan video call dengan salah satu sahabat kami di Jakarta sambil tertawa-tawa. Dan kami berkesimpulan bahwa, tinggal di Hanok house untuk travelling tidak terlalu cocok, cukup hanya untuk merasakan pengalaman saja, dan bukan untuk ditinggali lama ataupun berkali-kali. Hehehe...Foto Hanok House pada sore hari - Biking around historical sites.
Musim semi sebelumnya, saya bersepeda sambil menikmati suasana Gyeongju di sekitaran Cheomseongdae di bawah rintikan hujan a.k.a gerimis tipis yang membuat suhu drop seketika, serta langit cloudy yang membuat hasil tangkapan kamera menjadi kurang sempurna. Namun kali ini, kami bersepeda di tengah langit yang sangat amat cerah di pagi hari dengan suhu yang cukup hangat sekitar 10 derajat celcius. Kami bersepeda mengitari inner side of Cheomseongdae area yang masih cukup sepi, hanya ada beberapa Halmeoni dan Harabeoji yang sedang berjalan pagi mengitari simbol kota Gyeongju tersebut.
Setelah bersepeda beberapa putaran serta mengambil beberapa foto, tiba-tiba kami didatangi oleh seorang petugas wisata yang meminta kami untuk tidak bersepeda di inner side Cheomseongdae dikarenakan area tersebut hanya untuk pejalan kaki. Kami kemudian bergegas menuntun sepeda kami dan melanjutkan bersepeda di area luar untuk menikmati silver grass di sisi kiri Cheomseongdae yang ternyata tak kalah cantik.
Pada sore hari menjelang malam, kami kembali mengunjungi Cheomseongdae untuk menyaksikan penampakan observatorium tsb pada malam hari yang katanya tak kalah cantik. Kami duduk-duduk sambil menikmati berubahnya warna langit dari biru menjadi jingga hingga berakhir gelap. Bertahan di depan Cheomseongdae dengan suhu udara yang begitu dingin hingga mencapai ~4 derajat celcius nyatanya tak menciutkan nyali kami untuk menunggu hingga semua lampu dan pencahayaan di area tersebut menyala sempurna. Dan hasilnya, sungguh tak mengecewakan, Cheomseongdae area pada malam hari ternyata memiliki pesonanya sendiri. Terlihat anggun, misterius dan magical. Kamipun menyempatkan diri berfoto di depannya sebelum akhirnya memutuskan untuk segera kembali ke hotel karena angin dingin yang tak henti-hentinya menampar wajah kami malam itu.Silver grass around Cheomseongdae area
Morning stroll at Cheomseongdae
- Enjoying Night in Hwanglidangil-ro
Di sepanjang area ini, berjajar berbagai macam restaurant, cafe dan stall makanan dan minuman mulai dari Korean food hingga western food. Tak heran area ini disebut sebagai daerah hype untuk hangout di Gyeongju. Setiap cafe dan restaurant di sana memiliki konsep yang cantik dan unik sehingga memiliki daya tarik tersendiri bagi mereka yang suka berfoto dan mengabadikan momen di berbagai cafe tsb. - What to eat in Gyeongju?
Semua tentang Gyeongju sangatlah menarik, hanya saja dari dua kali trip saya ke Gyeongju saya masih belum menemukan makanan yang cukup berkesan baik di lidah maupun di hati, hehee.. Sempat satu kali kami mencoba local restaurant dengan rating yang sangat tinggi di Navermap, namun berakhir 2 porsi Kongguksu (soy bean noodle) tsb mubazir tak termakan sama sekali. Awalnya kami tidak tahu kalau itu adalah soy bean noodle, bahkan saya sama sekali tidak tahu bahwa ada makanan itu di Korea (ketahuan deh knowledge tentang K-foodnya masih kurang, hehe).
Setibanya di lokasi (yang tidak jauh dari Cheomseongdae), kami melihat antrian yang cukup panjang hingga waiting list. Saat itu kami masih yakin bahwa "makanan ini pasti enak", setelah duduk di meja ternyata semua menu disajikan in Hangeul dan tidak ada gambar. Lalu kami memesan 2 porsi menu yang berbeda yang merupakan favorit di restoran tsb. Setelah hidangan datang, tersaji seonggok mie dengan kuah soy bean yang sangat kental dan beraroma kuat. Saya dan Lia sontak berpandangan, kami berdua tidak mengira makanan seperti ini yang datang. Dengan muka hopeless, kami mulai mengaduk hidangan tsb, mencoba Kongguksu tsb, lalu menambahkan beberapa bahan seperti garam, kimchi dan lada dengan harapan setelah percampuran berbagai rasa tsb kami akhirnya bisa memakan si Kongguksu itu. Namun apa daya, suapan kedua saya mengibarkan bendera putih dan give up dengan hidangan ini.
Kami kemudian memanggil pelayan di sana dan menanyakan apakah ada menu normal seperti kimchi jjigae untuk lunch time, dan Alhamdulillah ternyata restaurant tsb juga menjual jjigae (tapi kenapaaa tidak muncul di menu??? hehehe...) dan berakhir kami memesan kimchi jjigae set dengan ikan goreng sebagai main dishnya. Ini merupakan highlight dari ke-zonk-an kuliner kami selama trip kali ini, yang lumayan menyebalkan, tapi berakhir kami tertawakan sebagai bagian dari pengalaman. Lesson learntnya adalah jangan terlalu percaya dengan rating di Navermap, karena selera makanan bagi warga local belum tentu sama dengan selera kita sebagai tourist.
Anyway, good bye Gyeongju! See you when I see you...
Sunset view |
No comments
Post a Comment