Health Issue
Travel
Thoughts
Review

A Story About Past

By hanaumiya - 11 August 2019

Hujan turun begitu deras sore itu, Arimbi mematung di salah satu sudut halte busway sambil mencari taksi online untuk mengantarnya pulang. Setengah jam berlalu namun tidak ada satupun aplikasi transportasi online yang berhasil digunakannya. Sementara baterai handphone nya semakin sedikit hingga tiba-tiba ada notifikasi whatsapp masuk.

Karin : Mbi, gue udah beliin lo alat snorkeling nih buat next trip kita, hehe
Arimbi : Wahh thankss banget Kar.
Karin : you're welcome babe. Btw hujan angin parah banget, macet banget dijalan. 
Arimbi : bahkan gue udah hampir satu jam di halte busway nyari taksi online failed terus. 
Karin : lhaa... Kayaknya kita deketan deh, gue jemput sekalian

Tak lama kemudian Arimbi sudah duduk manis di sebelah kemudi Karin. Boleh dibilang ketidaksengajaan yang berujung manis dengan pertemuan antara kedua sahabat tersebut. Hmm..mungkin hanya awalnya manis. Hujan sudah reda hingga mereka memutuskan untuk makan bakso di tempat favorit Karin tidak jauh dari rumah mereka. Percakapanpun mengalir dan berkembang segitu dinamisnya seperti biasa. Mulai dari Karin yang menceritakan detail perjuangnnya untuk datang ke pameran alat olahraga outdoor di daerah Alam Sutera hingga Arimbi yang menceritakan kisah mengajarnya di YPAB hari ini hingga berujung terdamparnya dia di tengah hujan di sebuah halte busway.

"Mbi, lo masih contact sama Rhaga?" tanya Karin tiba-tiba
"Ngga ada, terakhir kali dia telefon waktu ulang tahun gw" Arimbi menjawab sambil lalu

"Lo tau kabar terakhir tentang dia Mbi?" Karin melanjutkan
"Ngga dong Kar, gw gak tertarik atau bahkan udah ngga peduli sama segala hal yang berhubungan dengan dia" jawab Arimbi yakin
"Kenapa tiba-tiba lo bahas dia? apa lo tau sesuatu yang perlu lo kasih tau ke gw?" cecar Arimbi

Karin terdiam mempertimbangkan apakah dia perlu memberi tahu Arimbi mengenai kabar yang didengarnya tentang Rhaga, atau justru dia harus berpura-pura tidak tahu demi ketenangan hidup Arimbi. Sahabatnya itu kini sudah menjalani hidupnya dengan jauh lebih baik, apakah masih perlu memberitahunya tentang orang di masa lalunya.

"Rhaga mau nikah ya Kar?" pertanyaan itu meluncur tajam dari bibir merah Arimbi
"Sepertinya begitu Mbi, gue liat foto-foto lamarannya dua bulan lalu di Facebook" jelas Karin ragu-ragu
"Kalau soal ini, dari lo atau bukan, cepat atau lambat akan gue dengar kok, don't worry Kar dan gue sudah siap untuk hal itu" Arimbi menerangkan pada Karin yang terlihat mengkhawatirkannya.

Arimbi memang sudah lama tidak mendengar kabar Rhaga. Sejak hubungan mereka berakhir, tidak pernah sekalipun Ia menghubungi lelaki itu, kecuali Rhaga sendiri yang tiba-tiba menghubunginya terlebih dahulu baik untuk satu keperluan atau sekedar menanyakan kabar. Bagi Arimbi semua sudah berakhir dan tidak ada alasan baginya untuk menghubungi ataupun mengetahui kabar Rhaga. Sahabat-sahabat Arimbi marah dan memintanya untuk memutus semua contact dengan Rhaga termasuk memblokir nomornya setelah semua yang telah dilakukan lelaki itu pada Arimbi. Namun Arimbi berkeras tidak melakukannya, Arimbi ingin membuktikan pada dirinya dan dunia bahwa Dia baik-baik saja, Dia sudah memaafkan lelaki itu dan Dia bisa menganggap Rhaga seperti teman-temannya yang lain di masa lalunya.

Dalam hati Arimbi ada satu kelegaan mendengar kabar pernikahan Rhaga, lega karena akhirnya lelaki itu akan menambatkan hati pada satu wanita setelah sempat singgah di mana-mana, lega karena itu berarti akhirnya Rhaga akan berhenti menjadikannya 'rumah' atas segala perkara hidupnya selama ini. Arimbi sangat mengenal lelaki itu, Rhaga selalu butuh seseorang disampingnya, seseorang yang bisa menjadi tempatnya kembali dari segala persinggahan, tempatnya menumpahkan segala keluh kesah dunia, dan tempatnya bersandar di saat terlemahnya sebagai seorang anak serta sebagai seorang laki-laki.

Tidak ada kecemburuan atau kekecewaan ketika Arimbi mendengar kabar bahagia itu. Biar bagaimanapun, Rhaga adalah sahabat terbaik di masa lalunya, terlepas dari semua kejadian yang terjadi di antara mereka dua tahun silam. Arimbi bisa turut merasakan kebahagiaan itu meski Ia yakin orang-orang di luar sana pasti mengasihinya karena mantan pacarnya menikah lebih dulu daripadanya. Tapi bagi Arimbi, hal itu sama sekali tidak penting, Arimbi yang sekarang hidup untuk dirinya, dia tidak hidup untuk mempedulikan orang lain. Hal yang terpenting adalah kebahagiaan dirinya, keluarga dan sahabat-sahabatnya yang jelas tahu bagaimana kondisi Arimbi saat ini.

Ada yang bilang, salah satu tanda kalau kita sudah memaafkan orang yang pernah melukai kita di masa lalu adalah ketika kita bisa turut merasakan kebahagiaan dari orang tersebut. Dan saat itulah Arimbi menyadari bahwa semua kemarahan terhadap lelaki itu sudah menguap, semua luka itu sudah melebur dan maaf itu bukan lagi hanya terucap di bibir melainkan dari lubuk hati terdalam. Arimbi bukan malaikat, kesalahan yang rasanya sulit dimaafkan itupun tidak serta-merta muncul begitu saja, semua itu berproses hingga akhirnya berada di titik ini.

Arimbi sudah menutup buku masa lalunya rapat-rapat jauh sebelum hari ini, jauh sebelum ia mendengar berita bahagia tentang Rhaga. Melupakan masa lalu bukanlah cara yang tepat untuk memulai hidup baru, melupakan hanya akan menjadi pelarian. Cara terbaik untuk memulai lembaran baru adalah dengan memaafkan dan mengikhlaskan semua kejadian di masa lalu dan menjadikannya titik balik untuk kemudian melanjutkan hidup. Setidaknya itulah yang diyakini oleh Arimbi yang pada akhirnya membuatnya berada di sini, dengan semua mimpi dan kebahagiaan yang sedang dirangkainya.



Forgetting is just an escape from the problem itself, while the real way out is by Forgiving and Letting go - hnu







No comments

Post a Comment