Health Issue
Travel
Thoughts
Review

The Story - When Feelings Blind the Eye

By hanaumiya - 5 August 2017


Hujan turun dengan deras di tengah musim kemarau hari ini, bau hujan menyapu tanah tercium dengan sangat jelas. Siang itu Kinara duduk manis di jendela kamarnya, terdiam menikmati setiap tetes air hujan yang jatuh ke rumput di taman depan kamarnya. Tidak ada yang menarik dari taman itu selain berlapis rumput gajah dan beberapa pot bunga yang sengaja ditanam oleh sang ibu. 

"Kina, kamu ngapain melamun begitu? nanti kesambet aja" suara sang ibu terdengar dari pintu kamar membuyarkan lamunannya. "Ngga Bu, aku lagi nikmatin suasana hujan aja, tenang banget rasanya" jawab Kinara. Iapun kemudian menyusul Ibu yang duduk di ranjang kamarnya dan meletakkan kepala di paha ibunya. Itu adalah tempat paling nyaman bagi Kina di mana ia bisa dengan terbukanya bercerita, sharing dan menerima masukan dari Ibu.

"Kamu ingat ngga si Harris anaknya tante Risti, itu lho temen kamu TK dulu" Ibunya memecah keheningan. 
"Inget dong bu, si Harris yang waktu itu kita kondangan ke nikahannya kan?" tanya Kina
"Iya bener, kemarin ibu ketemu sama tante Risti, dia bilang si Harris udah cerai sama istrinya. Kasihan ya" Ibu melanjutkan
"Hah??? kayaknya nikahnya baru tahun lalu deh Bu, masa udah cerai aja, macam selebriti aja sih" timpal Kina sambil setengah bercanda
"Mungkin memang sudah tidak cocok lagi kali ya, tapi kalau menurut tante Risti masalahnya adalah karena orang tua istrinya Harris terlalu banyak ikut campur dalam keluarga mereka, terlebih si Risti itu lebih sering menghabiskan waktu untuk bekerja di luar daripada melayani suaminya di rumah" ibu melanjutkan.

Kinara terdiam mendengar cerita Ibu, berusaha mencerna dan memahami tragedi yang menimpa teman kecilnya itu. Kina menyadari begitu banyak kisah perceraian yang ia dengar dari kalangan teman-temannya. "Yaa Allah, semudah itukah orang memutuskan untuk bercerai?" Kina berbisik dalam hati.

"Makanya, kamu sebelum menikah pikirkan masak-masak dulu, Ibu ngga mau kamu mengalami hal yang sama seperti Harris" ucap Ibu memecah lamunan Kina

"Iya bu, Kina juga ngga mau, Kina mau menikah seperti Ibu sama Ayah, berpisah hanya karena dipisahkan oleh maut. Makanya, Kina ngga mau buru-buru dan gegabah, bukan berarti Kina picky dalam hal mencari pasangan hidup. Kina akan menikah jika Kina sudah menemukan lelaki yang tepat untuk menjadi imam Kina dan lelaki yang layak menjadi ayah dari anak-anak Kina kelak, karena pernikahan itu bukan perlombaan yang mengharuskan lebih cepat lebih baik, tapi mengenai lebih tepat dan lebih baik. Bukan mengenai seberapa cepat sepasang kekasih menikah, tapi mengenai seberapa lama pasangan itu bisa mempertahankan biduk rumah tangga mereka" ujar Kina berkaca-kaca

Ibu mengangguk setuju sambil membelai lembut rambut Kinara. Rambut hitam lebat nan tebal yang sangat cantik dibalik kerudung yang menjadi hijabnya selama satu tahun terakhir.

"Ibu percaya janji Allah bahwa wanita baik adalah untuk lelaki baik dan begitupun sebaliknya. Ibu berdoa semoga kamu istiqomah dengan hijrahmu ini nak, di depan sana Allah sudah siapkan lelaki baik-baik yang juga sedang berusaha menemukanmu. Kamu harus percaya kalau kamu meninggalkan sesuatu karena Allah, maka Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik" ucap Ibu

"Kamu harus bahagia ya Nak, jangan pernah melakukan sesuatu yang tidak membuat kamu bahagia, kebahagiaan orang tua adalah ketika melihat anak-anaknya bahagia melakukan apapun yang mereka putuskan, selama masih di jalan Iliahi" satu kalimat yang keluar dari bibir Ibu membuat bulir air mata jatuh dari mata Kinara.

Kinara meremas tangan Ibu merasa ada kekuatan besar yang mengalir ke dalam dirinya, ia hanya percaya bahwa dukungan dan kasih sayang dari keluarganya adalah salah satu sumber kekuatannya dalam melewati setiap kesulitan. Sayangnya baru belakangan ini Kinara menyadari semua itu, betapa ia baru menyadari betapa selama ini ia telah mengalahkan keluarganya hanya untuk orang lain. Tak lain karena selama ini matanya tertutup oleh sebuah rasa yang ia kira adalah 'cinta'.



Untuk mengetahui apakah rasa itu bernama cinta atau bukan, lihatlah pada efek yang ditimbulkan olehnya. Jika itu membuatmu semakin mendekat pada kebaikan dan pada Tuhanmu, maka itulah cinta. Namun jika sebaliknya, mungkin itu hanyalah sebuah rasa yang salah. - HNU


No comments

Post a Comment