Health Issue
Travel
Thoughts
Review

Tentang Dante

By hanaumiya - 19 August 2018

Angin sejuk membelai rambut hitam Arimbi yang sedang duduk manis di salah satu sudut cafe favoritnya. Jemarinya menari lincah di atas keypad laptop sambil sesekali menyeruput hot chocolate. Arimbi yang terlihat hari ini sangat berbeda dengan Arimbi dua tahun lalu. Terlihat begitu tenang, percaya diri dan aura bahagia terpancar jelas dari garis wajahnya.

Hatinya kini sedang berbunga karena satu alasan, kehadiran Dante. Seorang teman yang membuatnya percaya bahwa ia masih memiliki rasa dan seorang yang dari sosoknya bisa mengajarkan banyak hal dalam hidup Arimbi saat ini.

"Mbi, kamu selesai ngajar jam berapa? Aku sekarang masih di Sency, kamu langsung nyusul ke Union yah" Suara Leidy terdengar dari seberang telefon
"Ini aku baru selesai Lei, Okay see you there!" jawab Arimbi

Tidak butuh waktu lama bagi Arimbi untuk tiba di Union untuk menemui sahabatnya itu.

"Hi Lei, udah lama nunggu ya? tadi macet banget" ujar Arimbi
"Ngga kok Mbi, santai aja, kan kita masih nunggu Manda juga di sini" sahut Leidy
"Lei, gw duluan yah, masih ada janji ketemu orang lagi" Suara laki-laki dari sekelompok meja sebelah berpamitan kepada Leidy

Arimbi merasa familiar dengan lelaki itu, tapi ia sama sekali tidak ingat kapan dan di mana ia bertemu dengan orang ini hingga tiba-tiba suara itu memecah keheningan Arimbi.

"Is she your buddy Lei? Rasanya kita pernah ketemu yah" ucap Dante 
"Ini Arimbi, best buddy gw dari dari jaman kuliah, kenalin Dan" ujar Leidy
"Hi, Dante " Dante mengulurkan tangan berkenalan dengan Arimbi
"Hi, Arimbi" sambut Arimbi

Begitulah awal pertemuan Arimbi dan Dante hingga akhirnya mereka menjadi teman sepermainan hingga hari ini.

Mengenal Dante dalam hitungan bulan, mengajarkan banyak hal pada Arimbi. Dante hadir sebagai seorang teman, datang tanpa pongah dengan sederet hal yang sebetulnya bisa disombongkan dari dirinya, dan dia datang dengan perangai yang berbeda yang belum pernah ditemui Arimbi selama ini.

Lebih dari satu tahun lalu Arimbi berkelana dengan dirinya sendiri, berusaha bangkit dan mencari jati dirinya yang pernah hilang, berusaha mengumpulkan kembali semua kepingan hati yang sempat pecah dan hancur. Pada titik itulah Arimbi sempat mengalami krisis kepercayaan akan keberadaan laki-laki baik di dunia ini, baik dalam bentuk teman ataupun pasangan. Namun Tuhan begitu baik, Ia selalu mempertemukan Arimbi dengan orang-orang baik, laki-laki baik yang sedikit demi sedikit mampu membuktikan kepada Arimbi bahwa laki-laki yang benar-benar baik itu sungguh nyata keberadaannya.

Kebetulan kantor Dante, Arimbi dan Leidy hanya bersebelahan, sehingga mereka seringkali menghabiskan waktu makan siang bersama.

Notifikasi Whatsapp masuk di handphone Arimbi.
Dante : Mbi, lunch dimana? bareng yok, ajak Leidy sekalian
Arimbi : Kantin kantor lo aja yuk, abis itu nongkrong Starbucks gimana?
Dante : OK, lunch time gw tunggu yah 

Seperti itulah mereka menghabiskan waktu makan siang, makan di kantin kemudian ngobrol santai. Hari demi hari berlalu hingga pertemanan mereka mencapai titik nyaman yang sudah sekian lama tidak pernah dirasakan Arimbi. Arimbi dua tahun lalu, tidak mudah untuk mengenal orang baru, tidak mudah untuk akrab dengan lelaki baru dan sangat sulit mencapai titik nyaman bersama orang di luar comfort zone nya. Tapi dengan Dante, semua berbeda. Dante hadir dan masuk dalam inner circle Arimbi secara perlahan, yang tanpa disadari berhasil bertahta di ruang yang telah lama kosong, ruang yang selalu dipagari tinggi-tinggi oleh Arimbi.

Bersama Dante, perlahan Arimbi menemukan kembali dirinya yang dulu, perlahan kepercayaan dirinya kembali, perlahan Iapun bisa membuka diri, berani berinteraksi dan berkomunikasi dengan caranya yang dulu, hangat dan ceria.

"Dan, somehow kok gue merasa kagum sama lo yah, lo tau betul apa yang lo mau, let say ngomongin kerjaan deh, lo hebat bisa tau kemana career path lo, apa passion lo dan lo punya mimpi besar yang wow banget" kata Arimbi pada Dante suatu ketika.
"Mungkin karena gue laki-laki dan sudah seharusnya gue seperti itu, mikir jauh kedepan. Dan menurut gue semua laki-laki di dunia ini juga berpikir seperti itu. Beda sama perempuan yang mungkin ngga sampai segitunya memikirkan karir, secara tinggal nunggu dipinang" terang Dante tersenyum

Arimbi terdiam mendengar jawaban Dante, Ia berkelana dengan pikirannya sendiri.

"Kenapa tiba-tiba lo ngomong gitu Mbi?" Dante merasa aneh
"Hahaha...ngga apa-apa, curious aja, tapi ngga semua perempuan ngga mikirin karir lho, kok kesannya perempuan tuh tinggal dijajakan sambil nunggu dipinang sih" jawab Arimbi menentang
"Hahaha bukan gitu Mbi, maksudnya kebanyakan perempuan jarang sampai mikirin karir harus gimana-gimana, tapi itu juga tergantung perempuannya juga sih" jelas Dante
"Terlepas dari gender laki-laki atau perempuan, ngga semua orang tau dan bisa menemukan passion serta arah mereka mau kemana, banyak yang justru hidup mengalir mengikuti kemana arus membawa" lanjut Arimbi
"Nah yang seperti ini biasanya mereka terjebak di comfort zone" jawab Dante
"By the way, memangnya semua laki-laki pasti punya pemikirian ke arah sana ya?" tanya Arimbi
"Well, lelaki normal harusnya pasti punya pemikiran kesana, tapi semua tergatung juga. Kalau lelaki go with the flow aja gimana gitu yah, kecuali dia memang dari keluarga yang udah berada mungkin itu juga oke sih" jelas Dante

"Dann, ngga apa-apa yah gue nanya-nanya dan ngomongin beginian, gw beneran pengen tau dari sudut pandang lelaki aja sih soal seperti ini" Arimbi menjelaskan kepada Dante
"Hahahaa Mbiii.. ngga apa-apa banget, cuma tumben aja agak berbobot diskusinya" canda Dante
"I've been there, kenal sama laki-laki yang selalu go with the flow for long time, dan ngedenger semua cerita lo belakangan ini jadi perspektif baru buat gue, dan gue bener-bener cuma mau tau dari sudut pandang yang berbeda." Arimbi menjelaskan
"So, menurut lo, kalau lelaki dari keluarga berada hanya go with the flow itu oke?" lanjut Arimbi
"Yup, secara dia cuma kerja sambilan, toh in the end dia bakal disupport oleh keluarganya. Cuma mungkin pola pikir dia akan berbeda dengan lelaki yang harus bisa survive sendiri" jawab Dante
"Hmm... berarti semua tergantung keadaan yah, ngga masalah seseorang mau mengejar karir atau just go with the flow, toh in the end tujuannya akhirnya adalah they can survive in term of material. I got the point" jawab Arimbi
"Yup, itu menurut pandangan gue yah Mbi, intinya kalau lelaki yang cuma go with the flow tapi hidupnya pas-pasan, itu berarti dia males" terang Dante sambil tertawa

Itu adalah salah satu dari beberapa hal yang dikagumi oleh Arimbi dari seorang Dante. Dante bisa menjawab segala keingintahuan Arimbi mengenai berbagai hal dengan cara yang sangat apik. Setiap pola pikirnya selalu menjadi bahan pelajaran baru bagi Arimbi, Arimbi seperti menemukan sesuatu yang baru yang begitu menarik untuk dicari tahu dan dipelajari melalui sosok Dante. Sikap dan pemikiran Dante yang sangat dewasa telah membawa warna baru dalam hidup Arimbi, Arimbi seperti diberi kesempatan oleh Tuhan untuk melihat dan mengenal banyak lelaki baik di luar sana, Dante salah satunya. Lelaki yang bersebrangan dari segi pola pikir, sikap dan kedewasaan dari yang dulu pernah dikenal oleh Arimbi delapan tahun lamanya. Melalui sosok Dante, mata Arimbi kembali terbuka dan Ia mulai percaya bahwa ruang itu tidak pernah membeku, dan Arimbi memilih menikmatinya.




"Tuhan menitipkan pesan berharga pada setiap orang yang singgah dalam plot hidup kita, ini hanya tentang apakah kita mampu menangkap pesan itu atau tidak" -hnu

No comments

Post a Comment