Health Issue
Travel
Thoughts
Review

Tentang Adhika

By hanaumiya - 12 August 2018


"Mbi, besok gue jemput jam 05.30 yah, nanti gue telepon lo sebelum berangkat" Suara Dhika dari seberang telepon
"Ok kak, see you tomorrow yah, gue mau lanjut packing dulu" sahut Arimbi

Sedikit cerita tentang Dhika, kesan awal Arimbi melihat lelaki ini adalah sosok lelaki cheerful yang bisa dengan mudahnya bersikap dan berkata manis kepada perempuan, dan berdasarkan 'alarm keamanan' Arimbi, lelaki seperti ini adalah salah satu dari sekian jenis yang harus dihindari. Namun setelah berinteraksi dengannya, perlahan Arimbi mulai mengerti dan padangannya terhadap Dhika pun semakin berubah.

"Mbi, gue udah on the way ke rumah lo yah, lo udah siap?" Tanya Dhika
"Iya kak, gue lagi siap-siap, call aja kalau udah sampai yah" Jawab Arimbi

Pagi itu Arimbi dan Dhika akan ke Sumba untuk mengikuti salah satu kegiatan kerelawanan pendidikan yang sebelumnya juga sudah pernah mereka ikuti bersama yang juga menjadi awal perkenalan mereka. Dua orang anak manusia yang tergila dengan dunia volunter dalam dunia pendidikan. Dan kali ini mereka dipertemukan kembali dengan tujuan yang lebih jauh, yakni Sumba.

"Pesawat kita jam 09.30 kan yah? lama banget dong kita nunggunya?" suara Arimbi memecah keheningan
"Ya gak apa-apa, kita bisa sarapan santai dulu di airport sambil nunggu Clara" jawab Dhika. 

Sepanjang perjalanan, percakapan antara Arimbi dan Dhika berlangsung mengalir, keduanya saling menceritakan pengalaman masing-masing ketika awalnya mereka masuk ke dunia volunter ini, hingga akhirnya mereka tiba di Airport dan bergegas ke salah satu restaurant untuk sarapan pagi. Tanpa disadari ternyata sudah hampir boarding time, Arimbi, Dhika dan Clara bergegas ke check in counter untuk menitipkan bagasi Arimbi yang kebetulan membawa koper, sedangkan Dhika dan Clara hanya membawa backpack yang akan masuk kabin. 

Terkendala di check in counter, membuat mereka bertiga harus berlari menuju gate keberangkatan hingga last call dari petugas maskapai. Ini pengalaman pertama naik pesawat last call hingga digiring berlari menuju pesawat. Sesampainya di dalam pesawat, semua penumpang sudah duduk manis dan menatap mereka bertiga yang menjadi orang terakhir yang masuk ke dalam pesawat. 

Sambil mengatur napas yang tersengal setelah berlari, mereka bertiga berusaha mencari ruang kabin yang kosong untuk menaruh backpack dan beberapa barang keperluan mengajar di Sumba nanti, namun tidak satupun dari mereka mendapati satu ruang kosong untuk menaruh barang.

"Maaf Bapak / Ibu, semua kabin sudah penuh, tidak bisa dimasukkan barang lagi" Suara seorang pramugari menghampiri kami

Saat itu Arimbi sudah mulai naik darah dan bersiap menyambar jawaban sang pramugari.

"Jadi barang kami gimana Kak?" Dhika berkata  dengan tenangnya kepada sang pramugari
"Mungkin bisa diletakkan di bawah kursi depan Bapak" Jawab pramugari
"Tapi ini banyak Kak, ngga akan muat" lanjut Dhika tenang
"Oh coba saya bantu cari ruang kosong di depan" Pramugari tersebut akhirnya membantu kami

Kalau saja tidak keduluan Dhika, mungkin Arimbi sudah mengeluarkan reaksi emosinya pada sang pramugari, mengingat karakter Arimbi yang saat itu masih mudah tersulut emosi, terlebih dalam kondisi lelah setelah berlari-lari. Namun reaksi Dhika yang begitu tenang, santai dan dewasa sedikit meninggalkan kesan positif bagi Arimbi. Dalam hati Arimbi langsung memainkan ulang kondisi tersebut dengan dia dan Rhaga yang berada di posisi itu. Arimbi kemudian tersenyum membayangkan reaksi lelaki itu__Rhaga yang juga mudah emosi versus reaksi Dhika yang begitu tenang. Dua pribadi berbeda yang meninggalkan kesan yang berbeda bagi Arimbi.

Setelah semua kegiatan mengajar selama dua hari selesai, Arimbi, Clara dan Adhika yang pada saat itu bertugas di desa yang berbeda akan melanjutkan perjalanan mereka untuk mengeksplor keindahan Pulau Sumba seperti rencana mereka sebelumnya, kebetulan bergabung juga bersama mereka dua orang rekan mereka yang kebetulan mengikuti kegiatan di Sumba kemarin. 

Permasalahan muncul ketika cuaca hujan badai melanda desa-desa tempat kami bertugas, sehingga jadwal keberangkatan mobil yang tadinya akan mengangkut Arimbi dan Clara ke kota untuk bertemu dengan Dhika menjadi tidak jelas kedatangan dan keberadaannya. Kebetulan Arimbi dan Clara bertugas di desa yang berdekatan sehingga bisa dijangkau dengan menggunakan motor pemilik penginapan. 

Dari situ Dhika dengan sangat jelas menginstruksikan Arimbi dan Clara untuk melakukan ini dan itu, mengarahkan mereka berdua untuk menemui salah seorang temannya untuk ikut ke kota untuk bertemu dengannya. Semua instruksi itu diberikan dengan jelas, bahkan ia juga menenangkan dan memastikan bahwa kedua wanita itu akan tiba dengan selamat di meeting poin mereka di kota. Arimbi dan Clara, dua wanita yang sama-sama harus diarahkan, terlebih bagi Arimbi, berada di desa antah-berantah dalam kondisi cuaca yang tidak kondusif, dia benar-benar ketakutan namun tetap berusaha kuat dan pada saat itu ia benar-benar bergantung pada arahan seorang Adhika.

Sesampainya di kota dan berkumpul dengan Dhika dan dua orang lainnya, Arimbi merasa lega hingga ingin menangis. Menangis bahagia karena akhirnya ia bisa keluar dari desa dengan kondisi selamat dan salah satunya adalah atas bantuan Dhika. Ini adalah hal kedua yang membuatnya kagum dengan sosok Dhika, seorang yang bisa memimpin, mengarahkan dan menjadi andalan di saat genting dan di saat tidak ada lagi yang bisa diandalkan. 

Selama delapan tahun bersama dengan lelaki di masa lalunya itu, rasanya hampir tidak pernah Arimbi merasakan kenyamanan akan bergantung dan dipimpin oleh orang lain, bukan karena tidak pernah berada di kondisi seperti itu, tapi lebih pada karakter berbeda yang dimiliki oleh kedua lelaki itu. Arimbi menyadari bahwa yang Ia butuhkan adalah seseorang yang kuat yang mampu memimpin dan diandalkan dalam kondisi apapun. Bagi Arimbi, kemandirian dirinya bukanlah alasan untuk membenarkan bahwa Ia mampu bersanding dengan seseorang yang  tidak kuat.

Kehadiran setiap orang dalam hidup kita itu bukanlah sebuah ketidaksengajaan, semua itu terjadi atas izin dan rencana Allah. Begitupula pertemuan Arimbi dengan seorang Adhika yang mengajarkan banyak hal pada Arimbi, yang juga menyadarkan Arimbi bagaimana seorang lelaki seharusnya bersikap dan bagaimana karakter yang harus dimiliki seorang lelaki sesungguhnya dan tentang apa yang sebetulnya dbutuhkan oleh Arimbi.



No comments

Post a Comment